Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Surplus Dagang, Contoh Tiongkok!

NERACA Perdagangan RI Januari 2019 defisit 1,16 miliar dolar AS, terburuk defisit Januari sejak 2014. Sebaliknya Tiongkok, justru yang terlibat langsung perang dagang dengan AS, neraca perdagangannya surplus 39,16 miliar dolar AS. Dengan RI neraca perdagangan Tiongkok surplus 2,4 miliar dolar AS. Surplus neraca perdagangan Tiongkok yang berkelanjutan itu membuat Presiden AS Donald Trump penasaran dan menyulut perang dagang dengan tujuan untuk membuat keseimbangan. Tapi hasilnya? Sepanjang 2018 surplus perdagangan Tiongkok terhadap AS justru meningkat jadi 323 miliar dolar AS. Sedang pada Januari 2019, meski melambat, surplus perdagangan Tiongkok dari AS masih mencapai 27,3 miliar dolar AS, dibanding dengan Desember 2018 sebesar 29,87 miliar dolar AS. (monexnews.com, 14/2/2019) Ekspor Tiongkok pada Januari 2019 dalam denominasi dolar AS naik 9,1% dibanding dengan periode sama tahun lalu. Sementara impornya, turun 1,5% dibanding dengan periode sama tahun lalu. Sedangkan ekspor RI pada Januari 2019 sebesar 13,87 miliar dolar AS, turun 4,70% dibanding dengan Januari 2018 (yoy). Impor RI Januari 2019 sebesar 15,03 miliar dolar AS, atau turun lebih tipis, 1,83% dibanding dengan Januari 2018 (yoy). Penurunan nilai ekspor, menurut Kepala BPS Suhariyanto, karena melemahnya harga komoditas, sekalipun volumenya sebenarnya meningkat. Nilai ekspor bahan bakar mineral (batu bara) turun 4,52%, dengan harga batubara turun 6,65% dari rata-rata Januari 2018. Sedangkan nilai ekspor minyak nabati turun 9,56%, dengan harga CPO rata-rata Januari 2019 turun 12,5% dibanding dengan periode sama 2018. Defisit neraca perdagangan RI sebesar 1,16 miliar dolar AS itu terdiri dari defisit migas 454 juta dolar AS, dan defisit nonmigas 704 juta dolar AS. Dibanding dengan Tiongkok, ekspornya dominan di sektor industri dengan keunggulan bersaing pada harga produknya lebih murah dari setiap produk sejenis. Ekspor Indonesia masih didominasi komoditas (mentah) dengan harga yang cenderung terus merosot. Ini yang menurut Kepala BPS Suhariyanto penyebab neraca perdagangan RI masih cenderung defisit. Tentu Indonesia harus mencontoh Tiongkok dalam mempercepat industrialisasi produk ekspornya. Untuk itu, sesuai dengan data Bank Dunia 2017, Indonesia masuk lima besar negara di dunia dengan tingginya sumbangan industri ke PDB, yakni sebesar 20,5%. Empat negara lainnya, Tiongkok 28,8%, Korea Selatan 27%, Jepang 21%, dan Jerman 20,6%. Jadi, sudah on the track. Tinggal kerja keras nan cerdas. ***

0 komentar: