Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

ironi 75 Tahun Indonesia Merdeka! (1)

Artikel Halaman 8, Lampung Post Rabu 05-08-2020
Ironi 75 Tahun Indonesia Merdeka! (1)
H. Bambang Eka Wijaya

JADI NEGARA ADHOC: Meski Presiden Jokowi pekan lalu membubarkan 18 lembaga negara adhoc, saat yang sama ia membentuk lembaga adhoc baru, direksi program kartu prakerja. Ini  melestarikan Indonesia sebagai negara adhoc, tugas-tugas penting negara dijalankan oleh lembaga adhoc yang bersifat darurat.
Padahal idealnya, setiap tugas penting negara yang menjadi tanggung jawab pemerintah, dijalankan oleh kementerian/departemen yang dipimpin menteri yang ditetapkan prediden saat membentuk pemerintahan.
Tapi ironis, tugas-tugas penting negara yang merupakan tugas pokok untuk mewujudkan lesejahteraan rakyat, justru dialihkan dari kementerian ke lembaga-lembaga adhoc. Selain kartu prakerja  juga BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, badan pengelola dana pungutan ekspor kelapa sawit, dan bisa dicari lembaga/badan lainnya.
Kebanyakan lembaga adhoc itu dibentuk modusnya terkait dana besar yang dikelolanya. Ironisnya, relevansi dana besar yang dikelola dengan pembentukan lembaga adhoc itu bukan pada kesejahteraan rakyat yang ingin diwujudkan, tapi lebih pada gaji direksi lembaga pengelola dana tersebut.
Misalnya, gaji direksi kartu prakerja mencapai Rp70-an juta. Gaji direksi BPJS Kesehatan pernah disebut sampai Rp500 jutaan. Alasannya karena tanggung jawab mereka berat mengurus dana puluhan triliun. Lha menteri yang mengurus dana ratusan triliun per tahun kok gaji kotornya cuma Rp20 juta per bulan (ini diungkap Menteri Tjahjo Kumolo).
Kalau begitu kan lucu, gaji direksi lembaga adhoc itu ada yang hingga 25 kali lipat gaji menteri, padahal secara konstitusional tanggung jawab formalnya lebih berat para menteri.
Kalau begitu, demi efektif dan efisiennya pelaksanaan tugas pemenuhan kewajiban negara terhadap rakyat, lembaga-lembaga adhoc itu diintegrasikan ke kementerian atau departemen yang spesialisasinya terkait. Dibentuk dirjen baru atau di bawah struktur dirjen yang sudah ada. Sehingga gaji direkturnya di bawah gaji menteri, dan dana yang dikelola bisa untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Mereka mengelola dana besar, kalau gajinya kecil rawan korupsi. Cari orang yang mau dan mampu serta tidak korupsi, orientasinya mengabdi pada negara bukan demi uang. Kalau korupsi penjarakan, kok susah amat.
Untuk itu, rekruitmen menteri memang harus benar-benar memilih orang yang mumpuni. Tak boleh memilih timun bungkuk, hanya menggenapi hitungan jumlah menteri dari partai. Partai harus siap dengan kader unggulan. ***

1 komentar:

5 Agustus 2020 pukul 04.45 Ahmad Novriwan mengatakan...

Timun bungkuk, memberatkan tapi tidak masuk hitungan ....