Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Membangun Peradaban Merdeka!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Sabtu 15-08-2020
Membangun Peradaban Merdeka!
H. Bambang Eka Wijaya

BERDASAR prinsip Kemanusiaan yang adil dan beradab, peradaban yang dibangun dalam mengisi kemerdekaan adalah peradaban yang berorientasi memuliakan manusia.
Itu berlaku dalam semua bidang kehidupan. Baik itu bidang politik, demokrasi, dan pemerintahan. Baik itu bidang ekonomi, bisnis, investasi, dan permodalan. Baik itu bidang hukum, dan ketertiban umum. Maupun bidang kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan sebagainya. Semua berorientasi memuliakan manusia.
Sedangkan yang cenderung menyiksa manusia, maupun merendahkan, menyakiti fisik, mental atau perasaan manusia, ditolak.
Orientasi memuliakan manusia itu baik ia sebagai tujuan maupun sebagai cara mencapainya. Jadi tujuan dan cara mencapainya harus selaras, keduanya berorientasi pada memuliakan manusia.
Tujuan tidak menghalalkan cara. Karena kalau tujuanya baik tapi cara mencapainya buruk, bisa merendahkan manusia, maka ia menjadi tidak adil.
Jadi orientasi peradaban merdeka yang dibangun, lengkap berasaskan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Salah satu bidang yang sering menuntut kecermatan orientasi praktiknya, dalam politik, demokrasi dan pemerintahan.
Dalam demokrasi terkait pendekatan partisipatif yang lazim pada masyarakat berperadaban demokrasi maju, di sisi lain pendekatan intimidatif pada kekuasaan tiran dalam masyarakat primitif terbelakang.
Pendekatan partisipatif berdasar pada kesadaran warga untuk berpartisipasi atau ikut serta dalam kegiatan berbangsa. Seperti dalam Pemilu, penyelenggara melakukan sosialisasi pentingnya memberi suara dalam Pemilu. Lalu menjelaskan segala hal teknis pemilu. Namun, warga tidak dikenai sanksi atau hukuman jika tidak memilih.
Demikianlah peradaban merdeka. Warga benar-benar merdeka menentukan pilihan, termasuk merdeka memilih untuk tidak memilih.
Sebaliknya pendekatan intimidatif dalam masyarakat primitif yang peradabannya terbelakang. Setiap membuat aturan, selalu didasari dengan pemberlakuan sanksi dari hukuman denda sampai kerja paksa. Pelaksanaan hukuman juga bisa langsung dilakukan oleh petugas di lapangan, sehingga mudah jadi tindakan sewenang-wenang. Pokoknya rakyat diintimidasi terus. Deterent factor, hal yang membuat rakyat gemetar dan takut, jadi model standar kekuasaan tiran.
Namun, terkadang pendekatan intimidatif itu juga dilakukan untuk tujuan baik. Tapi karena cara mencapainya tidak baik, bisa menyakiti rakyat, pencapaian tujuan baik dengan cara buruk ditolak karena tidak adil. ***

0 komentar: