Artikel Halaman 8, Lampung Post Jumat 07-08-2020
Ironi 75 Tahun Indonesia Merdeka (3)
H. Bambang Eka Wijaya
LAPAS OVERKAPASITAS: Lamanya usia kemerdekaan ternyata tak cukup untuk membuka kebuntuan jalan menuju hidup wajar bagi banyak orang. Salah satu ironi 75 tahun Indonesia merdeka adalah lembaga pemasyarakatan overkapasitas dua kali lipat.
Boro-boro cita-cita proklamasi memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan masyarakat adil-makmur tercapai. Untuk bertahan hidup saja pun, masih banyak warga yang harus menempuh jalan penuh risiko, antara lain masuk penjara.
Andaikan jalan hidup itu tidak serba buntu, ke depan buntu, ke balakang buntu, ke samping kanan buntu, ke samping kiri buntu, ke atas buntu ke bawah juga buntu, tak mungkin orang yang waras memilih jalan berisiko masuk penjara. Mereka itu semua waras, sebab kalau tidak waras bukan ke penjara mereka dikirim, tapi ke rumah sakit jiwa.
Itu membuktikan sampai 75 tahun merdeka, negara gagal membuat peluang kecil saja pun untuk jalan hidup mereka keluar dari liang yang buntu ke segala arah tersebut. Ada sedikit saja peluang lolos dari liang buntu itu, pasti bisa seperti Belanda yang pada 2013 menutup 24 penjara di negerinya.
Sedang di Indonesia, sesuai laporan akhir tahun 2019 Menkumham Yasonna Laoly, 528 lapas dengan kapasitas 130.512 orang, dijubeli penghuni lapas sebanyak 269.846 orang, atau overkapasitas 107%, dua kali lipat lebih.
Realitas itu akibat banyak pemimpin bangsa, orientasinya untuk lebih mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi, keluarga, kroni dan golongannya hanya sebatas penghias bibir dalam beretorika. Itulah penyebab orang yang tak punya akses kekuasaan jadi buntu ke segala arah.
Karena, semua peluang sudah tersumbat oleh jaringan kepentingan kekuasaan. Contohnya, mau bertani saja mereka, lahan milik negara sudah babis diserahkan oleh penguasa ke para taipan. Taipan sawit saja, berjuta-juta hektar. Taipan hutan tanaman industri (HTI), juga berjuta hektar.
Padahal kalau setiap orang terpidana ini dibagi dua hektare perkebunan inti rakyat (PIR), untuk 269.846 itu baru setengah juta hektar lebih, tak sampai 10% dari lahan sawit yang dikuasai taipan (sekitar 12 juta hektare). Dengan itu kalau Belanda mengosongkan 24 penjara, kita bisa mengosongkan 500 penjara!
Soal PIR itu, setiap pengusaha membuka perkebunan kelapa sawit pasti berjanji 50% buat PIR. Tapi realisasinya, amat sedikit sekali. Jadi sebenarnya pemerintah tinggal menagih janji para pengusaha untuk berbagi PIR dimaksud. ***,
1 komentar:
Padahal kalau setiap orang terpidana ini dibagi dua hektare perkebunan inti rakyat (PIR), untuk 269.846 itu baru setengah juta hektar lebih, tak sampai 10% dari lahan sawit yang dikuasai taipan ....Gak Susah, kriminal rendah. Subhanallah
Posting Komentar