Artikel Halaman 8, Lampung Post Senin 03-08-2020
Perangi Covid-19 Pakai Peluru Kapur!
H. Bambang Eka Wijaya
JURU bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, tiga minggu terakhir kasus baru cenderung meningkat. Memang itu akibat kian masifnya testing, namun positivity rate atau tingkat positif dari jumlah orang yang diperiksa per hari tinggi, yakni 13,3% per 29 Juli 2020.
Hal itu terjadi kemungkinan karena kita perang melawan Covid dengan hemat peluru. Seperti diungkap Presiden Jokowi (detik.com, 29/7) dari anggaran sektor kesehatan melawan Covid sebesar Rp87,55 triliun, sampai hari itu baru terealisasi 7,74%.
Dengan perang covid dudah berlangsung 5 bulan, 2 Maret -- 2 Agustus 2020, berarti perbulan memakai anggaran hanya 1,5%. Itu kurang lebih sama untuk membeli selongsong peluru dan mesiunya, tapi kepala pelurunya memakai kapur.
Jadi perang melawan covid prakteknys seperti latihan perang pakai peluru kapur, siapa yang kena tembak di topi baja atau rompinya ada tanda goresan kapur. Sistem testing dalam penanggulangan covid secara prinsip sama, menandai siapa yang sudah kena infeksi.
Itu karena dalam memerangi Covid-19, Indonesia cenderung tidak all out. Tidak ada perang frontal semisal lock down seperti di banyak negara lain. Di sini memilih "perang dingin", dengan rumusan: 3-S, 3-M, dan 3-T.
3-S itu, Semprot Semua Sarana. Untuk sarana transportasi, pernah tukang ojek disemprot sekujur tubuhnya.
3-M, memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak. Praktis selama PSBB, kampanye untuk 3-M ini yang menghabiskan jam tayang televisi gugus tugas Covid-19. Tapi, hasilnya sampai gugus tugas diganti jadi satgas, tetap kurang maksimal. Hingga, denda terhadap pelanggarnya di Jakarta saja dapat ratusan juta rupiah.
Lalu 3 T, Tracking, Testing, dan Treatment. Tracking menelusuri orang yang ada kontak dengan pasien positif terinfeksi. Juga mencari tahu dari siapa dia tertular.
Testing, melakukan rapid tes dan swab. Rapid tes mencari yang reaktif untuk dipastikan lewat swab. Swab memastikan terinfeksi.
Sedang Treatment, penanganan perawatan dan pengobatannya. Setiap orang yang sudah positif terinfeksi covid harus diisolasi dan dirawat di rumah sakit.
Titik lemah penanganan covid di Indonesia pada testing. Sudah 5 bulan dari 270 juta penduduk baru dapat 1,5 juta spesimen. Padahal seharusnya, 1.000 spesimen per sejuta penduduk per minggu.
Akibatnya banyak virus melenggang diemban orang tanpa gejala (OTG). Di Jakarta, 66% kasus baru dari OTG. Positivity ratenya juga terus meningkat, bulan lalu 10,4, kini 13,3%. ***
0 komentar:
Posting Komentar