Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Akhirnya, PDIP Jadi Mitra Strategis!

"ANTIKLIMAKS. Penegasan jadi oposisi ditunggu dari Megawati, yang datang justru pernyataan PDIP sebagai mitra strategis!" ujar Umar. "Pernyataan itu mengejutkan, betapa untuk itu Mega menolak kursi kabinet yang ditawarkan untuk PDIP, dan selaku mantan presiden Mega tak menghadiri pengambilan sumpah presiden dan wakil presiden terpilih!"

"Instruksi Mega ke Sekjen PDIP Pramono Anung seusai pengambilan sumpah presiden terpilih yang upacaranya dipimpin Taufik Kiemas selaku ketua MPR itu, menunjukkan Mega sebagai politisi memiliki integritas tinggi--putusan sikapnya--tak bisa ditukar dengan kursi kabinet!" sambut Amir. "Artinya, tanpa dibarter dengan kursi kabinet pun, Mega bisa membuat keputusan paling ideal bagi kepentingan pemerintah! Bukan oposisi atau koalisi, tapi mitra strategis--posisi paling leluasa, tanpa ikatan!"

"Penetapan posisi PDIP di parlemen itu juga mengesankan Mega orang bijak!" tegas

Umar. "Pilihan di garis netral itu amat tepat bagi posisi Ketua Dewan Pembina PDIP selaku ketua MPR! Tanpa kecuali, putusan itu diambil di bawah tekanan media yang mengekspose seolah ada konflik Mega dan Taufik Kiemas yang dikesankan menyeret gerbong PDIP merapat ke koalisi pro-SBY demi kursi ketua MPR!"

"Semua itu merupakan aktualisasi kematangan Mega sebagai perempuan Jawa, yang mumpuni dan mrantasi menyelesaikan konflik!" timpal Amir. "Terbukti, dengan putusan itu baik secara internal keluarga maupun secara internal partai, semua dapat penyelesaian sebaik-baiknya!"

"Yang pasti, posisi tawar PDIP terhadap penguasa menjadi jauh lebih baik ketimbang partai lain dalam koalisi besar, yang secara formal telah pasrah bongkokan (terikat kontrak politik) sebagai harga kursi kabinet yang diperoleh!" tukas Umar. "Meski, dalam posisi sebagai mitra strategis itu PDIP--seperti kata Pramono Anung--akan membatasi diri hanya melakukan kritik terkait masalah prorakyat!"

"Maksud Anung mungkin bukan kritik antagonis atau kritik kontraparadigma yang lazim dilakukan oposisi--karena memang tak berdaya di depan koalisi di atas 75%!" timpal Amir. "Juga, tidak bisa membendung determinasi pemerintah dalam legislasi di parlemen! Bentuk kritik ideal dengan posisi itu mungkin 'kritik konstruktif', model kritik yang dituntut lebih banyak memuji daripada menggugat kesalahan!"

"Diragukan ideal kritik seperti itu bisa terwujud!" tegas Umar. "Tak sukar ditebak, kader-kader PDIP di parlemen akan tetap nyodok dengan kritik yang telah lazim mereka lakukan selama jadi oposan! Uniknya, anomali terakhir ini justru yang diharap masyarakat sipil (dan pers), yang kelimpungan mencari pintu partisipasi ke proses pengambilan keputusan di parlemen! Itu, kalau kriteria mitra strategis tidak justru lebih rigid dari koalisi!" ***

0 komentar: