Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Indonesia Belum Banyak Berubah!


"AKU masih seperti yang dulu," nenek bergumam sambil merajut. "Merindukan..."

"Merindukan apa, Nek!" potong cucu.

"Perubahan yang dijanjikan lima tahun lalu!" tegas nenek. "Ternyata sepanjang lima tahun ini Indonesia tak banyak berubah! Korupsi, jalan terus! Justru lembaga antikorupsi yang terjepit! Pedagang kaki lima nyaris setiap hari jadi berita televisi nasional, digusur, lapak dan dagangannya diubrak-abrik, gerobaknya diangkut ke truk!"

"Ada perubahan, tapi justru memburuk!" timpal cucu. "Seperti listrik, giliran gelapnya makin luas dan makin lama, Jakarta dan Bali saja sudah ikut kena giliran gelap! Subsidi BBM pada minyak tanah untuk rakyat jelata dicabut, subsidi BBM kini lebih dinikmati kelas bos, para pemilik mobil!"

"Nelayan paling menderita akibat hilangnya minyak tanah bersubsidi! Sejak kenaikan harga BBM lebih 100% mereka mengganti bahan bakar perahu dari solar ke irex--minyak tanah!!" timpal nenek.

"Kini, minyak tanah tak ada, solar tak terbeli, gelombang besar acap pula menerjang! Tak bisa mengelak, nelayan menderita akibat dua keganasan--alam dan kebijakan pemerintah!"

"Petani juga jadi lebih sulit mendapatkan pupuk bersubsidi setiap musim tanam!" timpal cucu. "Tapi dari semua itu, paling menderita justru kaum buruh di tengah tekanan ancaman PHK yang tak kunjung usai dengan sektor riil yang tak kunjung bangkit dari semaput panjang! Pokoknya, tiada perubahan yang membahagiakan kaum buruh, sementara upah minimum setiap kali terasa semakin cekak saja!"

"Terbukti, pedagang kaki lima, nelayan, petani, dan kaum buruh, selama lima tahun ini belum merasakan perubahan dalam peningkatan kesejahteraannya, malah sebaliknya, kalaupun berubah kehidupan mereka justru ke arah yang semakin buruk!" tukas nenek.

"Masalah ini tentu layak dilihat secara jernih oleh mereka yang menjanjikan perubahan menuju taraf hidup lebih baik kepada mereka! Tak perlu lewat grafik dan sebagainya untuk melihat nasib pedagang kaki lima yang teraniaya--tunggu saja berita sore di televisi, akan terlihat kejamnya aparat pemerintah memperlakukan mereka!"

"Lewat berita televisi semua yang kita bicarakan tadi ada di sana!" timpal cucu.

"Cuma apakah semua itu disimak dan dipetik sari informasinya sebagai pengetahuan untuk direspons dengan kebijakan, atau semua berita itu malah berlalu begitu saja tak sedikit pun membekas di benak, di otak, atau apalagi di hati!"

"Harapan kita para pengelola negara selalu peka terhadap semua berita nasib malang rakyat yang mengalir di layar televisi!" tegas nenek. "Sebab kalau semua berita jeritan rakyat itu, seperti jeritan korban lumpur Lapindo, tak sedikit pun membekas di benak, di otak, atau di hati, jelas penguasa seperti itu telah mati rasa--seperti pembunuh berdarah dingin!" n 

0 komentar: