"BETAPA sukar menyusun 11 pemain sepak bola yang merepresentasikan kekuatan dari 220 juta penduduk negeri ini, ternyata dialami juga dalam menyusun kabinet! Tak mungkin bisa memuaskan semua orang, apalagi memastikannya sebagai the dream team!" ujar Umar. "Maka itu, bersamaan dengan penyusunan kabinet baru itu, segala sesuatu yang terkait harus dikondisikan, seperti tak perlu ada oposisi, agar tanpa lawan tanding yang bisa mengalahkan, kabinet baru ini bisa langsung dielu-elukan sebagai the winning team!"
"Hidup the winning team!"
!" seru Amir. "Sorak itu mengekspresikan keikhlasan hati kita sebagai rakyat dari suatu bangsa yang penuh syukur atas apa pun yang diperoleh sebagai yang terbaik buat kita! Dengan keikhlasan itu tak harus mimpi punya tim nasional sekelas juara dunia seperti Brasil atau Italia, tapi cukuplah untuk tak henti bersyukur dengan yang kita
"Apalagi setiap dalang selalu taat pakem dalam menempatkan gareng dan para punakawan selalu paling dekat dengan penguasa!" timpal Umar. "Itu yang membuat dengan keikhlasan itu pula, kita selalu terlatih untuk sabar menerima kekalahan yang dialami tim nasional kita dari tim negara kecil seperti Singapura, Vietnam!"
"Dengan tiga dimensi watak dasar bangsa--ikhlas, syukur, dan sabar--itu, rakyat cenderung malu menonjolkan harapan atau ekspektasi terlalu tinggi!" tegas Amir. "Pungguk merindukan bulan, peribahasa yang selalu dijauhi sebagai gambaran setiap pribadi! Begitulah bangsa yang tahu diri!"
"Tapi keayeman dalam keikhlasan rakyat yang kebanyakan masih berkelas kere nunggang bale--melarat tidur beralas bambu--itu belakangan ini diusik oleh promosi-promosi dengan undian berhadiah mobil be-em-we!" sela Umar. "Ini menumbuhkan ekspektasi rakyat setinggi langit, jauh dari bumi kenyataan tempatnya berpijak! Mungkin pengaruh promosi ini yang membuat munculnya keresahan terhadap tim nasional sepak bola saat kalah, atau juga tim kabinet yang belum mencerminkan potensi nasional!"
"Bisa jadi!" timpal Amir. "Meski hal itu juga harus dilihat secara komprehensif, justru iming-iming hadiah yang aduhai itu membentuk kesabaran dalam pemaknaan yang lebih bijak, nasib atau peruntungan itu seperti undian hadiah--hanya berlaku bagi mereka yang punya nomor kupon undian! Celakanya, mayoritas rakyat yang diiming-imingi hadiah be-em-we tak punya nomor atau kupon undiannya!"
"Itu jawaban paling kena terkait rekrutmen kabinet!" entak Umar. "Rakyat berharap kabinet mengakomodasi tokoh-tokoh yang mencerminkan kekuatan 220 juta rakyat Indonesia, padahal mayoritas dari mereka tak memiliki kupon undian! Karena itu, yang terpilih jadi the winning team!"
!" ***
0 komentar:
Posting Komentar