Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

'Indonesia Baru', Monolitis Absolut!


"SUKAR diterima logika! Perjuangan mereformasi sistem politik dari monolitisme single majority 70% pendukung Orde Baru di DPR, justru berujung ke wajah 'Indonesia Baru' yang monolitis absolut 92 persen koalisi berkuasa!" ujar Umar.

"Nasib reformasi yang mendamba Indonesia Baru (tanpa tanda petik), malah seperti lepas dari mulut buaya jatuh ke pelukan godzila--kakeknya buaya!"

"Itu konsekuensi setelah Partai Demokrat menarik kursi ketua MPR dari PKS dan diberikan ke PDIP, disusul keberhasilan Aburizal Bakrie membawa Partai Golkar jadi subordinat Partai Demokrat!" sambut Amir.

"Hal itu tanpa kecuali Presiden SBY sebenarnya tak terlalu berharap Golkar masuk koalisi besar, ditunjukkan dengan sikapnya yang terbuka menghormati Golkar jika mau beroposisi setelah 21 Oktober!" (Kompas, [7-10])

"Tapi justru Golkar yang ngebet masuk koalisi berkuasa! Dengan itu, monolitis pun lebih absolut, hingga pemerintah jadi amat leluasa berbuat apa saja diamini semua parpol dalam koalisi, check and balances tinggal formalistik--tak sekritis yang seharusnya!" tukas Umar. "Sebaliknya, kalau ada kritik dari luar kekuasaan, justru jajaran koalisi jadi benteng pembela penguasa, merasionalisasi kebijakan yang dikritisi! Hal itu bisa membuat kebijakan pemerintah tak terasah lebih tajam oleh proses demokrasi, bahkan yang tumpul sekalipun akan diamankan agar tetap lolos! Lebih parah lagi, monolitis absolut ibarat mobil perangkat remnya blong, tak bisa menahan laju kemauan penguasa! Sehingga, bukan hanya menumbur rakyat pun dianggap oke-oke saja, kebablasan ke jurang berlumpur pun diberi tepuk tangan, dikira offroader!"

"Masalah serius monolitis absolut, bukan cuma kekuasaan berjalan tanpa kontrol efektif, tapi lebih lagi pada penyebab lemahnya kontrol!" timpal Amir. "Itu terjadi akibat parpol-parpol dalam koalisi besar jadi bersaing sesama mereka untuk mendapatkan kekuasaan (kedudukan) yang lebih besar dan mengamankan kedudukan yang telah diperoleh! Persaingan internal koalisi itu mendorong untuk harus selalu unjuk kebolehan dan loyalitas pada penguasa--demi 'gratifikasi ekstrakekuasaan'! Akibatnya, perjuangan parpol-parpol untuk membela kepentingan rakyat tinggal slogan! Ketika rakyat menghadapi konflik dengan kekuasaan, keberpihakan parpol pada rakyat tinggal basa-basi, karena loyalitas pada penguasa harus selalu dibuktikan dari isu ke isu!"

"Jadi, yang akan segera merasakan kehadiran 'Indonesia Baru' dalam monolitis absolut itu justru rakyat, karena pembelaan parpol terhadap nasib mereka saat berhadapan dengan kekuasaan, seperti ketika lapak dagangan mereka digusur, akan semakin nyaris tak terdengar!" tegas Umar. "Malah bisa-bisa pedagang yang disalahkan parpol, jualan di kawasan tak berizin! Padahal, harga kios berizin tak terjangkau! Itulah aduhainya 'Indonesia Baru'!" n 

0 komentar: