"KONDISI listrik nasional yang terus memburuk, hingga Jakarta dan Bali sebagai beranda tamu asing juga sudah kena giliran gelap, melengkapi realitas negeri kita sebagai Republik Byar-Pet! ujar Umar. "Dengan giliran jadi lebih sering dan gelap lebih lama, tampak pelayanan kebutuhan energi yang vital bagi kegiatan semua sektor ekonomi dan soaial ini bukannya maju, melainkan justru kian mundur drastis!"
"Kalau dalam ilmu politik sering dibuat metafora pemerintah itu seperti listrik, jika di pusat nyala seluruh jaringan kekuasaan sampai ujung-ujung terjauhnya juga menyala, maka giliran gelap listrik juga menggambarkan realitas byar-petnya jaringan kekuasaan pemerintah!" sambut Amir. "Dalam Republik Byar-Pet itu selalu ada kawasan kekuasaan yang tak menyala! Contohnya pada zaman BLT, banyak bupati yang menolak penyaluran BLT di daerahnya karena dianggap promosi buat kekuatan politik tertentu! Di kawasan penolak BLT itu, aliran listrik kekuasaan bagi warga yang berhak menerima BLT jelas mengalami giliran gelap!"
"Tersendatnya pembagian BLT, dari semula ada kemudian menjadi tidak ada, sebagai gambaran kondisi Republik Byar-Pet, melukiskan tidak konsistennya kebijakan pemerintah!" tegas Umar. "Ketakkonsistenan itu terlihat nyata pada semakin besarnya subsidi APBN pada listrik, tapi semakin luas dan semakin lama pula giliran gelap terjadi!"
"Subsidi APBN terhadap PLN, yang tahun 2008 mencapai Rp28,5 triliun, tahun ini lebih besar lagi, bisa tembus Rp50 triliun! (Gonjang-
"Jadi, kembali ke metafora pemerintah dan listrik tadi, tercermin pula terjadinya giliran gelap yang serius dari pemerintah terhadap kendali subsidi listrik APBN dalam pengelolaan PLN!" timpal Umar. "Jika subsidi BBM diublek-ublek terus dengan segala jenis jalan keluar untuk menurunkannya, lain halnya dalam subsidi listrik! Selain tak terlihat adanya usaha mencari jalan keluar atau substitusi untuk menekan subsidi APBN pada listrik yang terus membengkak, kondisi pelistrikannya sendiri juga justru terus memburuk!"
"Paradoks yang berpangkal pada 'giliran gelap' perhatian pemerintah terhadap subsidi APBN buat listrik atau PLN itulah blunder-nya!" tegas Amir. "Tentu saja, agar tak terjadi decline--kemerosotan berkelanjutan yang tak bisa dihentikan--dalam kondisi listrik nasional, 'giliran gelap' perhatian pemerintah terhadap pengelolaan PLN itu harus diakhiri--justru sebagai kunci mengakhiri giliran gelap listrik nasional!"
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Rabu, 14 Oktober 2009
Paradoks Subsidi Republik Byar-Pet!
Ganjing Listrik Nasional, www.antikorupsi.org). Jelas, paradoks subsidi seperti itu cuma terjadi di Republik Byar-Pet!" potong Amir. "Artinya, justru giliran gelap aliran listrik itu yang harus dibayar mahal dengan uang rakyat lewat subsidi listrik APBN!"
Langganan:
Posting Komentar
0 komentar:
Posting Komentar