Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Sumpah Pemuda Defisit Karakter! (3)


"SEBAGAI bangsa yang lebih 30 tahun menjalani brain washing--cuci otak--dengan sistem yang menjustifikasi apa pun yang datang dari penguasa sebagai yang terbaik, dengan karakter ideal jadi Pak Turut atau Kang Panut, bisa merasa aneh sendiri jika suatu saat watak asilinya--yang revolusioner--muncul, seperti terjadi saat euforia reformasi!" tegas Temon. "Itu karakter yang dari generasi ke generasi dipendam dengan diinjak oleh penguasa feodal domestik, digilas mesin kekuasaan penjajah asing, lalu dikadali penguasa otoriter atas nama kemerdekaan!"

"Memang orang bisa terkejut sendiri ketika tiba-tiba karakter asli yang berfitrah egaliter, semua makhluk sama di depan Tuhan yang membedakan cuma amal perbuatannya, merasa tersinggung ketika diri atau kaumnya diremehkan (beramai-ramai menyerbu kantor aparat pelakunya), atau marah ketika milik mereka diambil tanpa izin--malingnya dibakar hidup-hidup!" sambut Temin. "Karakter asli yang bangkit dari segala bentuk pengerdilan nan membuatnya minderwardigheits complex--rendah diri! Jelas, jiwa revolusioner seperti pendorong Sumpah Pemuda merupakan satu-satunya alternatif yang mampu menggugah dan membangkitkan karakter asli sebagai insan merdeka yang egaliter--menyingkirkan segala bentuk pertuanan yang memperbudaknya!"

"Adakah dengan karakter asli manusia merdeka yang egaliter itu sistem sosial bisa terkendali, tak hilang keseimbangan?" potong Temon.

"Justru seperti sistem alam semesta jika gravitasi semua planetnya terjaga pada kapasitasnya, jagat raya akan selalu terjaga dalam keseimbangan! Tanpa kecuali, jumlah planet di semesta lebih banyak dari pasir di muka bumi! Demikian pula manusia sebagai planet-planet dalam semesta sosial!"

"Masalahnya, sekalipun di negeri koboi dengan karakter sangat keras, jika sistem hukum mampu menjaga setiap hak warga dari gangguan siapa pun, setiap anomali atau penyimpangan perilaku ditindak, sistem sosial dalam masyarakat revolusioner juga akan bisa selalu terkendali!" tegas Temin. "Sikap revolusioner itu diperlukan agar manusia tidak pasrah secara fatal pada nasib malangnya, sehingga akan selalu aktif dan agresif berusaha memenuhi kebutuhannya, bahkan pursuit the happiness--memburu kebahagiaan--sebagai hak setiap warga negara! Hukum yang selalu menjaga, lewat sistem yang efektif, agar segala usaha itu tak merugikan orang lain!"

"Tanpa disadari, itulah masyarakat liberal, yang bentuk mutakhirnya (neolib) melalui ratifikasi berbagai perjanjian internasional secara formal sistemnya telah diadopsi oleh negara, baik lewat ekonomi maupun politik!" timpal Temon. "Maka itu, jika karakter revolusioner sebagai prasyarat berpartisipasi dalam sistem itu tidak diamalkan, kita seperti kambing ditempatkan sekandang dengan singa--cuma jadi mangsa belaka!"

0 komentar: