Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Anekaria, dari Antasari ke Syekh Puji!

"LIHAT di televisi, para pengunjung sidang tepuk tangan, aplaus buat Antasari Azhar yang sedang membaca sangkalannya atas dakwaan jaksa!" ujar Umar. "Pengunjung sidang pengadilan jadi seperti penonton acara televisi Anekaria Jenaka!"

"Itu karena dalam sangkalan Antasari menyebut dakwaan jaksa seperti roman picisan, mengurai detail hubungan asmaranya dengan Rani Juliani di kamar hotel--padahal kata Antasari, di kamar hotel itu tak terjadi apa-apa!" sambut Amir. "Tak kepalang, dalam dakwaan jaksa menggambarkan dahsyatnya geliat Antasari saat klimaks! Lukisan seperti itu memang bisa merasionalisasi kuatnya motivasi Antasari untuk merebut Rani dari Nasrudin Zulkarnaen!"

"Cerita siapa yang betul, tentu hakim nanti yang menentukan!" tegas Umar. "Tapi pada sidang pengadilan di kota lain, justru vonis hakim yang mengundang reaksi pengunjung! Itu terjadi saat hakim membebaskan Syekh Puji dari dakwaan jaksa yang tidak jelas dan salah menulis nama terdakwa! Konon, jalinan huruf di berkas dakwaan bukan nama orang yang duduk di kursi terdakwa!"

"Berita sidang kasus hukum yang bisa membuat penonton televisi jadi lebih tertarik menonton berita daripada acara hiburan sejenis
Anekaria!" tukas Amir.

"Sebab pada acara
Anekaria, kejenakan sering artifisial, dibuat-buat, malah dipaksakan, sedang dalam berita kasus-kasus hukum itu lucu dan konyolnya

alamiah, bahkan realistis! Apalagi setelah bebas gambar Syekh Puji ditayangkan televisi seperti mengolok-olok mereka yang menjebloskan dia ke terali besi dengan cibiran, 'Jam tiga pagi, dini hari, dingin sekali!' (meski tak dilanjutkan ia membuat bayangan dalam kondisi sedingin itu dia punya istri belia usia 12 tahun!)"

"Tapi bagaimana kalau sidang pengadilan sebagai prosesi penegakan keadilan yang amat terhormat itu kesannya pada praanggapan massa penonton sampai berubah, digemari sebatas hiburan karena jenaka?" timpal Umar. "Padahal, posisi terhormat pengadilan itu wajib dijaga setiap warga negara, barang siapa merendahkan pengadilan bisa dituntut
contempt of court!"

"Masalahnya, hal itu bukan dibuat oleh pelaku di luar pengadilan, tetapi terjadi akibat tindakan para pelaku dalam sidang pengadilan itu sendiri!" tegas Amir. "Jadi, hanya para pelaku di sidang pengadilan itu pula yang seharusnya menjaga kehormatan pengadilan! Bayangkan, bagaimana mau menuntut dengan
contempt of court para penonton di seantero negeri akibat terpingkal-pingkal menonton berita sidang pengadilan? Jadi, poin®MDNM¯nya bukan pada massa penonton, malainkan pada para aktor di ruang sidang pengadilan itu sendiri! Bukan pula salah Antasari atau Syekh Puji yang cuma pesakitan, jika kondisi sidang pengadilan menjadikan mereka bintang "komedi" situasional!" ***

0 komentar: