"DALAM wawancara RRI seusai pelantikan kabinet baru, mantan Mensos dua periode Bachtiar Chamsyah menyatakan ke depan dia akan aktif di Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) mengelola diskusi-diskusi publik untuk mengritisi kinerja pemerintah!" ujar Umar. "Intinya, karena suara publik lebih efektif lewat saluran media, ia minta pekerja media mendukung masyarakat sipil membangun gerakan oposisi berbasis media massa!"
"Ajakan itu tidak mengada-ada!" sambut Amir. "Bachtiar Chamsyah memang tokoh gerakan massa, sewaktu mahasiswa dia Ketua Badko HMI Sumatera Bagian Utara (Aceh, Sumut, Sumbar, dan Riau), sebelum jadi menteri juga memimpin penerbitan koran harian di Medan! Gagasannya tentang gerakan oposisi masyarakat sipil berbasis media massa, jelas didukung integritas dirinya!"
"Masalahnya justru pada pihak media massa!" tukas Umar. "Dengan sistem politik
"Namun perlu disadari, justru pada posisi media yang imparsial itulah diletakkan dasar dekade pembangunan PBB berbasis media, yang secara umum didasari pemikiran dua pemenang Nobel Ekonomi--Amartia Sen (1998) dan John Stiglitz (2001)," timpal Amir.
"Karena, justru hanya dengan posisi imparsial itu independensi media lebih terjaga untuk menjamin objektivitas berita dan tulisannya, yang sekaligus menjadi prasyarat akseptabilitasnya bagi penguasa! Jauh berbeda jika media itu menjadi bagian dari gerakan massa, bobot kepentingan massa menjadi amat subjektif dalam sajian media tersebut! Begitu pula media yang menjadi terompet penguasa, maupun media partisan alias terompet partai!"
"Jadi, gerakan oposisi berbasis media massa tetap bisa jalan tanpa media jadi bagian dari gerakan masyarakat sipil?" kejar Umar.
"Karena yang dibutuhkan penyampaian tetap kritis dan objektif setiap materi berita dan tulisan dari kalangan masyarakat sipil!" tegas Amir. "Lebih jauh lagi, pers juga tetap bisa kritis terhadap sepak terjang semua unsur masyarakat sipil itu sendiri, hingga integritas dan kredibilitas tokoh-tokoh masyarakat sipil juga tak lepas dari kontrol media! Dengan begitu, media juga tetap bisa menyeleksi tokoh yang memang layak ditokohkan! Bukan justru getol menonjolkan tukang tokoh alias penipu!"
0 komentar:
Posting Komentar