"KENAPA demokrasi tak kunjung mapan, malah sebaliknya para politisi kian jauh dari kepentingan rakyat, money politics semakin terang-terangan, dan berbagai gejala negatif tingkah politisi, mendorong anggota DPR daerah pemilihan Lampung Abdul Hakim mengadakan focus group discussion—FGD!" ujar Umar. "Salah satu simpul FGD, demokrasi jadi runyam karena sistemnya—standar lapangan dan aturan mainnya—dibongkar-pasang terus! (Lampost, 26-4) Bukan untuk memperbaiki kekurangan, tapi mencari keuntungan politik pribadi dan golongan para aktornya!"
"Celakanya kerunyaman demokrasi itu berpangkal pada para pemimpin partai politik yang gemar menarik maksimal nikmat dan benefit dalam kerja sama maupun persaingan antarpartai—dengan tak peduli hal itu bertentangan dengan kewajiban mereka berorientasi pada kepentingan rakyat!" timpal Amir. "Betapa jika para pemimpin partai politik melakukan itu terus dari waktu ke waktu, jelas demokrasi tak kunjung mapan! Sebaliknya, aturan main semakin runyam, money politics kian terang-terangan dari sewa perahu dalam pilkada, bagi sembako dan uang tunai kepada pemilih, sampai dianggap wajar bagi-bagi uang ganti ongkos dan akomodasi rombongan DPC ke kongres dari setiap calon ketua umum—sehingga siapa paling besar pemberiannya paling besar peluang terpilih sebagai ketua umum! Lain lagi yang partainya oligarkis, menjadi 'kerajaan' bagi keluarga atau kelompok penentu! Akibatnya, demokrasi di internal partai jadi tidak demokratis karena pilihan dibatasi oleh kelompok dominan!"
"Kerunyaman demokrasi terjadi keluar dan ke dalam tubuh partai sendiri—rusak luar dalam!" tegas Umar. "Sewa perahu mahal dengan dalih biaya operasional mesin partai—padahal dana besar untuk sewa perahu itu tak turun ke lapangan sehingga mesin partai tak bekerja optimal!"
"Tapi semua itu belum cukup! Dana sosialisasi calon, pasang spanduk dan baliho sebanyak mungkin, bagi sembako dan uang tunai seluas-luasnya sebagai usaha maksimal sang calon memenangi pilkada, justru dianggap kebocoran oleh partai, mubazir tak masuk kantong mereka!" timpal Amir. "Maka itu perlu dibongkar ulang UU Pilkada-nya dari pemilihan gubernur langsung oleh rakyat, dipasang gantinya dengan dikembalikan seperti dulu pemilihan gubernur oleh DPRD! Jadi bulat, semua dana cair hanya masuk kantong politisi dan partai politik! Bongkar-pasang terus sistemnya, sampai demokrasi akhirnya mundur jauh ke zaman baheula—zaman yang digusur lewat reformasi karena tak demokratis!" ***
0 komentar:
Posting Komentar