Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Pemahaman dan Konsep Kekuasaan!

"DARI berbagai dialog akhir-akhir ini tersingkap kekeliruan pemahaman dan pemaknaan elite politik tentang kekuasaan!" ujar Umar. "Seperti penyerahan kepemimpinan sebuah kementerian pada elite suatu partai dipahami sebagai hadiah atas dukungan partainya yang bergabung ke koalisi penguasa, atau paling tidak bagi hasil perjuangan bersama yang berhasil dimenangkan!" "Kesan itu tertangkap jelas dari pemaknaan elite parpol terhadap kekuasaan atas kementerian yang diberikan atau diterima, selayak tumpeng untuk bancakan, atau lebih konyol lagi, sebagai sumber keuangan partai terutama untuk pemilu mendatang!" timpal Amir. "Karena itu, ketika ada parpol memenuhi kewajiban konstitusional pada konstituennya yang tak sejalan dengan kepentingan penguasa, parpol itu dihujat hanya mau bagian nikmatnya, kewajiban pada penguasa diingkari!"

"Pemahaman dan pemaknaan bahwa pemberian kekuasaan sebagai pembagian nikmat, porsi untuk bancakan, atau sumber keuangan partai terutama untuk pemilu mendatang itulah yang menjadikan kementerian ajang korupsi dan bancakan oknum parpol, seperti terungkap di pengadilan!" tegas Umar. "Pemahaman dan pemaknaan seperti itu jelas keliru dan keblinger! Karena, konsep sesungguhnya tentang sharing power atau berbagi kekuasaan dalam suatu pemerintahan koalisi adalah berbagi tugas, kewajiban, dan tanggung jawab menunaikan janji kampanye—akan berjuang dan berkorban demi meningkatkan kesejahteraan rakyat jika dipercaya memerintah negara setelah menang pemilu!"
  "Jadi, kementerian yang diterima dari penguasa dalam sharing power itu bukan hadiah sumber nikmat dan lumbung keuangan partai, tapi justru tempat mengabdi, berkorban bagi kepentingan rakyat!" sambut Amir. 

"Kewajiban mengutamakan kepentingan rakyat dari kepentingan pribadi dan golongan bahkan disebut di sumpah pelantikan pejabat negara! Hal sama berlaku pada kekuasaan di legislatif! Itu bukan sumber nikmat, lumbung keuangan pribadi, dan partai seperti dipraktekkan selama ini, tapi arena memperjuangkan perbaikan nasib rakyat yang telah memilih mereka sebagai wakilnya, bukan pula tempat menipu dan mengakali rakyat demi memuaskan kepentingan penguasa!" "Akhirnya, sejauh mana pemahaman dan pemaknaan kekuasaan benar sesuai dengan kewajiban konstitusional pada kepentingan rakyat, tak terlalu jomplang berorientasi kepentingan penguasa. Jadi, ukuran realitas praktek politik kita kian dekat ke jalan yang benar!" tegas Umar. "Jika sebaliknya yang terjadi, realitas praktek politik kian ngawur!" ***

0 komentar: