"MEDIA memperhatikan secara khusus gelagat Nazaruddin pada sidang vonis kasus wisma atlet!" ujar Umar. "Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu ternyata menebar senyum ceria sejak menjelang sidang sampai usai vonis! Dan terbukti, ia memang divonis ringan, 4 tahun 10 bulan! Disebut ringan selain karena jauh di bawah tuntutan jaksa 7 tahun penjara, juga di bawah 5 tahun penjara—batasan minimum hukuman bagi kejahatan kelas berat!"
"Dari lama hukuman yang diterima, Nazaruddin tergolong koruptor yang beruntung—seperti juga rekan-rekannya politisi Senayan—divonis di bawah 5 tahun, tak mencerminkan korupsi sebagai kejahatan luar biasa!" timpal Amir.
"Bahkan, bagi Nazaruddin, dengan uang Rp4,6 miliar yang terbukti di persidangan ia terima dalam kasus wisma atlet, ia cuma didenda Rp200 juta! Berarti ia 'digaji' Rp4,4 miliar selama istirahat di hotel prodeo 4 tahun 10 bulan, alias 'bergaji' Rp900 juta/tahun atau Rp75 juta/bulan! Lebih besar dari gajinya waktu di DPR Rp65 juta/bulan!"
"Keberuntungan bagi koruptor selain bisa didapat dari kasus yang disidangkan, juga dari korupsi-korupsi lain yang dilakukannya sama sekali tak tersentuh oleh hukum!" tegas Umar.
"Dari belasan atau puluhan korupsi yang dilakukan, hanya satu kasus yang terbongkar saja dimasalahkan! Sedang selebihnya, dengan pintar-pintar menyimpan hasilnya, bisa untuk hidup mewah tujuh puluh turunan! Bahkan, KPK yang menggeledah dan menemukan banyak uang di rumah penerima suap tertangkap tangan, divonis melawan hukum didenda Rp100 juta dan harus mengembalikan semua hasil sitaan dari penggeledahan di rumah seorang terpidana korupsi 4 tahun penjara!"
"Yurisprudensi itu menguntungkan koruptor!" timpal Amir.
"Boro-boro dimiskinkan, kekayaan koruptor yang diduga hasil kejahatan korupsi lain miliknya tak boleh disentuh hukum! Yurisprudensi itu membonsai status KPK sebagai superbodi!" "Semua itu menggambarkan nasib koruptor yang masih selalu beruntung!" tegas Umar. "Dengan itu, harapan proses hukum jadi penjara dari tindak pidana korupsi belum terwujud! Sebaliknya, justru mendorong untuk lebih banyak dan lebih pintar melakukan korupsi, sehingga kalaupun satu kasus terbongkar, kekayaan hasil semua korupsi lainnya masih tetap bisa dinikmati dan diwariskan sepanjang tujuh puluh turunan!" "Begitulah realitas setelah 14 tahun reformasi yang beranjak dari tekad menghabisi korupsi!" timpal Amir. "Suka tak suka, itulah adanya!" ***
"Boro-boro dimiskinkan, kekayaan koruptor yang diduga hasil kejahatan korupsi lain miliknya tak boleh disentuh hukum! Yurisprudensi itu membonsai status KPK sebagai superbodi!" "Semua itu menggambarkan nasib koruptor yang masih selalu beruntung!" tegas Umar. "Dengan itu, harapan proses hukum jadi penjara dari tindak pidana korupsi belum terwujud! Sebaliknya, justru mendorong untuk lebih banyak dan lebih pintar melakukan korupsi, sehingga kalaupun satu kasus terbongkar, kekayaan hasil semua korupsi lainnya masih tetap bisa dinikmati dan diwariskan sepanjang tujuh puluh turunan!" "Begitulah realitas setelah 14 tahun reformasi yang beranjak dari tekad menghabisi korupsi!" timpal Amir. "Suka tak suka, itulah adanya!" ***
0 komentar:
Posting Komentar