"MEDIO akhir April ini warga bangsa disibukkan untuk menebak kebijakan seperti apa yang akan diberlakukan pemerintah mulai 1 Mei 2012, terkait pembatasan BBM bersubsidi!" ujar Umar. "Apa pun kebijakan itu pasti eksperimental, tak didasari penelitian dan kesepakatan nasional, seperti mobil 1.300 cc ke bawah dipaksa pakai bensin campur premium—pertamax berharga Rp7.500/liter!"
"Huahaha..! Betul-betul eksperimental!" timpal Amir. "Bensin campur itu di pasar segera menjadi asal-campur! Karena jelas dua produk yang dicampur, pedagang bisa mencampur sendiri dari seharusnya 50-50 menjadi 60-40 atau lebih buruk lagi demi untung yang sebesar-besarnya!"
"Lalu 1.300 cc ke atas dipaksa pakai pertamax seharga lebih Rp10 ribu/liter tanpa kecuali mobil tua odong-odong, dengan fasilitas pengisian BBM-nya belum tersedia di banyak daerah!" tukas Umar. "Mobil tua 2.400 cc yang digunakan untuk kegiatan usaha di Pakuanratu mengisi pertamax ke Kotabumi. Diisi full, sampai Pakuanratu lagi tinggal setengah! Lebih sial lagi, sampai Kotabumi kehabisan pertamax, ke Bandarjaya sama, harus ke Bandar Lampung, sampai Pakuanratu lagi tangkinya kosong! Nasib sama dialami mobil-mobil tua, ekonomi di pedalaman bisa lumpuh!"
"Begitulah gambaran kebijakan eksperimental, menghabiskan waktu, tenaga, dan dana rakyat, hasilnya nihil!" tegas Amir. "Yang dilihat cuma reduksi anggaran subsidi BBM, tapi tak dilihat berapa berat dan sia-sianya pengorbanan rakyat! Lebih celaka lagi kebijakan eksperimental itu cuma menguntungkan manipulator yang memainkan campuran bensinnya!"
"Tapi setelah partai koalisi terjebak idealisasinya sendiri, menang voting malah tak bisa menaikkan harga BBM sebelum enam bulan, kebijakan eksperimental tak bisa dielakkan untuk harus diambil agar lebih cepat adanya kebijakan yang membuat rakyat sengsara sehingga bisa lebih cepat pula meluncurkan sekoci penolong sejenis BLSM!" timpal Umar. "Semakin sengsara rakyat terdera kebijakan eksperimental itu, kian tinggi arti bantuan yang diluncurkan pemerintah, bak arti seteguk air saat kehausan di padang pasir!"
"Besarnya arti bantuan bagi si penerima meski nilai riil ekonomisnya kecil itu, akan lebih pesat mendongkrak popularitas penguasa dan partai berkuasa yang sempat longsor akibat korupsi kadernya!" tegas Amir. "Pada bangsa yang tahu berterima kasih, bantuan di puncak derita itu akan selalu diingat dan dibalas dengan apa pun yang bisa dilakukan! Tak penting dari mana sebenarnya asal derita yang menyiksa mereka!" ***
0 komentar:
Posting Komentar