"KOK Presiden SBY tak kunjung menggunakan hak prerogatifnya me-reshuffle kabinet, mengganti menteri-menteri dari PKS?" tukas Umar. "Padahal, desakan para kader partai berkuasa keras sekali!"
"Namanya hak prerogatif, terserah dia dong!" timpal Amir. "Bahkan bisa saja demi reputasi pemerintahannya dalam tidak terlalu sering bongkar-pasang kabinet, para menteri dari PKS dipertahankan meski tanpa ikatan koalisi! Jadi seperti era Orde Baru, jabatan menteri agama atau menteri sosial selalu diberikan kepada PPP tanpa ikatan koalisi dalam bentuk apa pun!"
"Jika Presiden memilih begitu, alasannya ada dan cukup kuat!" tegas Umar. "Kalau koalisi partai-partai lain menyusul belakangan, apalagi Golkar dalam pilpres mendukung capres lain, dukungan PKS dengan segenap kekuatan mesin politiknya pada pasangan SBY-Boediono sudah diteken malam menjelang deklarasi pencalonan pasangan SBY-Boediono sebagai capres dan cawapres di Balai Konvensi ITB, Bandung! Jadi, kalau Presiden SBY belakangan ini diam saja didesak keras untuk reshuffle dari partainya sendiri, bukan mustahil dia masih mempertimbangkan arti perjuangan PKS untuk memenangkan dirinya sejak awal itu!"
"Kalau memang begitu, bagus! Berarti kacang tak lupa kulitnya dalam kondisi panas seterik apa pun!" timpal Amir. "Lain hal kalau yang terjadi sebaliknya! Arti perjuangan PKS sejak awal itu dianggap tidak ada sehingga harus siap mengorbankan aspirasi konstituennya jika ingin tetap berhamba pada penguasa!"
"Tapi PKS telah membulatkan tekad memilih untuk memperjuangkan aspirasi konstituennya menolak kenaikan harga BBM sehingga siap menerima konsekuensi apa pun sebagai risiko yang harus ditanggung!" tegas Umar. "Lucunya, banyak kader PKS lapisan bawah justru berharap lebih cepat terjadi reshuffle dengan mendepak keluar dari kabinet elite PKS! Sebab, kader lapisan bawah yang harus berhadapan langsung dengan massa PKS yang terkenal kritis, selalu kewalahan menjawab pertanyaan massa tentang kebijakan pemerintah yang tidak pas bahkan menyimpang jauh dari harapan massa, tapi PKS sebagai bagian dari penguasa harus ikut bertanggung jawab!" "Jelas, kalau PKS didepak dari kabinet mereka tak menghadapi masalah itu lagi!" timpal Amir. "Apalagi dengan didepak itu PKS disakiti, perjuangan dan pengorbanannya sejak awal mendukung SBY-Boediono tak dihargai lagi, simpati politik bisa membeludak pada pihak yang disakiti! Maka itu, dengan tetap di kabinet justru PKS yang kena sandera dari keleluasaan kiprahnya!" ***
"Kalau memang begitu, bagus! Berarti kacang tak lupa kulitnya dalam kondisi panas seterik apa pun!" timpal Amir. "Lain hal kalau yang terjadi sebaliknya! Arti perjuangan PKS sejak awal itu dianggap tidak ada sehingga harus siap mengorbankan aspirasi konstituennya jika ingin tetap berhamba pada penguasa!"
"Tapi PKS telah membulatkan tekad memilih untuk memperjuangkan aspirasi konstituennya menolak kenaikan harga BBM sehingga siap menerima konsekuensi apa pun sebagai risiko yang harus ditanggung!" tegas Umar. "Lucunya, banyak kader PKS lapisan bawah justru berharap lebih cepat terjadi reshuffle dengan mendepak keluar dari kabinet elite PKS! Sebab, kader lapisan bawah yang harus berhadapan langsung dengan massa PKS yang terkenal kritis, selalu kewalahan menjawab pertanyaan massa tentang kebijakan pemerintah yang tidak pas bahkan menyimpang jauh dari harapan massa, tapi PKS sebagai bagian dari penguasa harus ikut bertanggung jawab!" "Jelas, kalau PKS didepak dari kabinet mereka tak menghadapi masalah itu lagi!" timpal Amir. "Apalagi dengan didepak itu PKS disakiti, perjuangan dan pengorbanannya sejak awal mendukung SBY-Boediono tak dihargai lagi, simpati politik bisa membeludak pada pihak yang disakiti! Maka itu, dengan tetap di kabinet justru PKS yang kena sandera dari keleluasaan kiprahnya!" ***
0 komentar:
Posting Komentar