SAMBIL menggembala kambing di kebun karet, anak-anak bermain adu cangkang—dua buah pohon karet yang berkulit keras diadu punggungnya, dipukul dengan tangan dari atas! "Siapa pemenangnya?" tanya Umar.
"Pemenangnya yang biji karet miliknya tak pecah diadu!" jawab gembala. "Kenapa Om tertarik pada adu cangkang?"
"Kebetulan sedang ramai adu cangkang kekuasaan! Ada adu cangkang DPRD dengan bupati, ada pula KPU dengan gubernur!" jawab Umar. "Dibanding cangkang karet, cangkang kekuasaan—encapsulated power—jauh lebih keras! Para pemimpin sering keasyikan bermain di dalamnya hingga tak peduli apa yang terjadi di luar cangkang! Karena cangkangnya kuat, tak sungkan adu cangkang kalau ada yang mencoba kekuatan cangkangnya!"
"Kenapa pemimpin bisa keasyikan dalam cangkangnya?" tanya gembala.
"Pasti karena nyaman dalam cangkang!" jawab Umar. "Karena keasyikan dalam cangkang, komunikasi pun jadi cuma satu arah, apa yang dia katakan saja! Padahal komunikasi itu bukan cuma apa yang saya katakan, melainkan apa yang Anda katakan tentang apa yang saya katakan! Akibat makin tebalnya cangkang kekuasaan, komunikasi interaktif yang standar sukar terjadi!"
"Bagaimana adu cangkang kekuasaan dilakukan?" kejar gembala.
"Seperti adu cangkang karet, harus ada pihak ketiga yang mengadu kekuatan cangkang kekuasaan!" jelas Umar. "Contohnya kekuasaan DPRD itu kuat, sebagai pejabat politik yang dipilih langsung oleh rakyat, lembaganya bisa menjatuhkan kepala daerah! Tapi, namanya juga adu cangkang, mereka tak menggunakan kekuatan sendiri, tapi malah menggunakan pihak ketiga untuk mengadu—PTUN, Pengadilan Negeri (perdata), sampai Komisi Informasi!"
"Tapi kenapa kekuasaan harus adu cangkang?" tanya gembala.
"Mungkin karena keberadaan dalam cangkang kekuasaan itu bisa membuat pejabatnya jadi lemah dalam komunikasi interaktif, terutama dalam mengomunikasikan kepentingan lembaga mereka kepada lembaga mitra kerjanya!" tegas Umar. "Penyebab melemahnya kemampuan berkomunikasi dalam encapsulated power antara lain karena pertimbangan utamanya bukan kesempurnaan pengabdian pada rakyat, melainkan untung-rugi pribadinya atas pilihan tindakan! Kalau merugikan dirinya, 'No!' Hanya yang menguntungkan dirinya saja jadi pilihan!" ***
0 komentar:
Posting Komentar