"HARI Agraria 24 September, tanggal UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 disahkan, diperingati petani seantero negeri dengan unjuk rasa menuntut reformasi agraria!" ujar Umar. "Di Jakarta, ribuan petani unjuk rasa di depan Istana Merdeka. Di Medan, di kantor gubernur. Di Lampung, memblokir jalan lintas timur!"
"Reformasi agraria yang mereka dambakan itu perintah UU No. 5/1960, dengan istilah yang populer zaman itu, land reform—bagi-bagi tanah kepada petani yang tak punya lahan!" sambut Amir. "Tapi karena land reform dijadikan selling point Barisan Tani Indonesia (BTI) yang komunis dalam merekrut anggota, istilah itu jadi alergi pada era Orde Baru! Namun, pemerintah Orde Baru menjalankan perintah UU itu secara besar-
besaran lewat program transmigrasi! Jutaan orang dipindah dari Jawa dan Bali ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, setiap warga dapat lahan 2 hektare!"
"Pada tingkat lanjut, programnya bukan cuma land reform, tapi dilengkapi capital reform lewat koperasi, dikelola departemen transmigrasi dan koperasi!" tegas Umar.
"Lewat koperasi, bukan saja kredit sarana produksi disalurkan, melainan juga berbagai fasilitas teknologi dari proses produksi sampai pascapanen! Dengan semua itu, lengkap kebutuhan transmigran untuk meningkatkan taraf hidup keluarga sehingga anak transmigran menjadi kelompok signifikan di pendidikan tinggi—termasuk di Lampung!"
"Arus balik yang drastis terjadi di era reformasi! Senasib dengan program KB, geliat program transmigrasi tak relevan lagi!" tukas Amir. "Hal yang menonjol malah bancakan korupsi pejabat kementerian yang mengurus transmigrasi! Sedang lahan bekas hutan produksi yang lazim dijadikan ajang program transmigrasi, tahun-tahun terakhir ini masuk program moratorium untuk paru-paru dunia—menyenangkan hati negara-negara maju yang tak henti mengotori langit dengan cerobong asap raksasa pabrik-pabrik mereka! Tanpa peduli, jutaan keluarga rakyat sendiri tak punya lahan untuk sekadar bertahan hidup saja pun!"
"Akibatnya, konflik lahan kian meluas dan makin serius karena terus bertambah panjang barisan warga yang lapar tanah!" tegas Umar. "Namun, apa tekanan jutaan warga yang terlunta-lunta tak bertanah di Tanah Air sendiri itu sebanding dengan kebutuhan penguasa akan pujian tuan-tuan besar pemilik cerobong asap raksasa?" ***
0 komentar:
Posting Komentar