"MESKIPUN sekali turun hujan, kemarau yang telah mengeringkan lahan pertanian Lampung masih akan berlangsung sampai akhir Oktober dengan ancaman serius lainnya, kebakaran!" ujar Umar. "Bencana kebakaran itu bahkan telah melalap Jakarta nyaris setiap hari sepanjang Ramadan, dari permukiman padat, seperti Petamburan hingga yang relatif tertata, Duren Sawit!"
"Akibat bencana kebakaran tidak kalah fatal dari kekeringan, karena bisa meludeskan segala harta keluarga sehingga milik korbannya bisa tinggal pakaian yang melekat di badan!" timpal Amir. "Karena itu, mewaspadai ancaman kebakaran sangat penting! Kebakaran mengancam satu kompleks permukiman, maka idealnya waspada kebakaran dilakukan dalam kebersamaan warga suatu permukiman!"
"Dengan kebersamaan itu memang bisa lebih efektif mencegah kebakaran! Karena selain hal-hal yang bisa menjadi penyebab kebakaran bisa dicari oleh lebih banyak mata dan bisa cepat diatasi bersama pula!" tegas Umar. "Mulai dari mencari kalau ada warga mencuri aliran listrik dengan mencantol—salah satu penyebab kebakaran di Jakarta—untuk ditertibkan, mengecek kondisi jaringan kabel terkait peralatan elektronik di semua rumah, penyebab kebakaran yang lain!"
"Selain itu, juga ada kebakaran akibat mainan petasan!" timpal Amir. "Pencegahan kebakaran yang dilakukan bersama bisa melarang anak main petasan, kalau kebetulan (biasanya) yang banyak main petasan anak orang berpunya di kampungnya! Petasan bisa menjadi penyebab kebakaran karena di antara serpihan kertas yang tersebar oleh ledakannya, ada yang terbakar, bisa menyulut benda yang mudah terbakar!"
"Jangan dikira mudah mengorganisasi warga untuk bersama mengawasi segala hal yang bisa menyebabkan kebakaran!" tukas Umar. "Di Jakarta saja yang warganya sudah maju, tidak berhasil menghimpun partisipasi mengatasi kebakaran! Ada yang anggap remeh ajakan waspada api, ada yang merasa bakal tidak mampu menertibkan warganya yang menganggap soal mencantol listrik sudah 'tradisi'!"
"Itu mungkin terjadi karena warga Jakarta sudah terlalu metropolis, telah menjadi masyarakat patembayan—elu-elu, gue-gue!" timpal Amir. "Beda dengan warga Lampung, meskipun tidak ndeso lagi, masih kuat semangat gotong royongnya, lazimnya masyarakat paguyuban!"
0 komentar:
Posting Komentar