"TERBUKTI isu SARA—suku, agama, ras, dan antargolongan—justru kontraproduktif dalam Pemilukada DKI Jakarta, Kamis!" ujar Umar. "Itu terlihat dari kasil hitung cepat berbagai lembaga survei, semua memenangkan pasangan Joko Widodo-Basuki Cahaya Purnama (Jokowi-Ahok) dari Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara) di kisaran 55% lawan 45%!"
"Kayaknya itu akibat banyak pemilih di Jakarta terpengaruh wawancara imajiner Gus Dur di Facebook!" timpal Amir. "Saat diminta pendapatnya tentang isu SARA yang merebak dalam Pemilukada DKI, Gus Dur menjawab, 'Begitu aja kok repot! Kalau yang muslim pilih Jokowi dan nonmuslim pilih Ahok, kan beres!"
"Parahnya bukan sebatas isu, bau SARA juga diekspresikan pasangan Foke-Nara dalam debat publik di Metro TV Minggu malam!" tegas Umar. "Bau SARA itu menyengat saat Foke menanya Jokowi kenapa sebagai orang Jawa dari Solo mengadu nasib ke Jakarta! Juga saat Nara berdialek Tionghoa mengejek Ahok, yang cenderung merendahkan pendatang ke Jakarta! Keduanya membuat kesan kurang enak pada warga pendatang! Padahal, jika warga asal Jawa dan turunan Tionghoa terpancing sentimen negatif yang mereka sulut bisa memenangkan Jokowi-Ahok! Apalagi kalau yang tersulut sentimen negatif itu warga pendatang ke DKI hingga pro-Jokowi-Ahok!"
"Semua itu jadi pelajaran bagi bangsa, penggunaan isu SARA dalam berpolitik malah bisa menjadi bumerang—merugikan dirinya sendiri!" timpal Amir. "Mungkin pada awalnya hal itu tak termasuk strategi kampanye, malah cuma suara simpatisan yang kebablasan! Namun, karena sang politisi tidak resisten terhadap isu yang mengandung sentimen negatif itu, bahkan pada ujungnya condong berekspresi menjustifikasi sentimen negatif itu, akhirnya terseret jatuh bersama sentimen negatif tersebut!"
"Namun, salut layak disampaikan kepada Fauzi Bowo yang ketika hitung cepat mencapai 70% suara, lazimnya persentase perolehan suara selanjutnya akan mendatar, ia menelepon Jokowi menyampaikan ucapan selamat memenangkan hitung cepat pemilukada DKI!" tukas Amir. "Fauzi Bowo kemudian juga menyampaikan ucapan selamat itu lewat konperensi pers, dengan tekanan Pemilukada DKI Jakarta harus menjadi barometer demokrasi di Indonesia, contoh bagi pemilukada daerah-daerah lain! Hidup Fauzi Bowo!" ***
0 komentar:
Posting Komentar