"HAL paling runyam di negeri ini adalah tiadanya standar kebijakan permanen jangka panjang! Ganti penguasa atau pejabat, ganti kebijakan!" ujar Umar. "Ketika suatu malam pejabat mimpi buruk, besok muncul kebijakan kontroversial dari realitas yang selama ini berjalan baik!"
"Dan, kalau yang sebelumnya berjalan baik itu bisnis maka bidang bisnis yang terkait mimpi buruk itu menjadi kalang kabut!" timpal Amir. "Seperti bisnis penggemukan sapi di Lampung, oleh perusahaan yang jumlahnya tidak lebih dari bilangan jari tangan, hanya dengan satu SK Menteri yang mendadak membatasi impor sapi bakalan, bisnis mereka kucar-kacir!"
"Investasi yang telah berjalan belasan tahun dengan skala usaha (kapasitas terpasang) yang telah dipersiapkan sejak awal tiba-tiba dipenggal produksinya! Jelas, bisnisnya bisa berantakan!" tegas Umar.
"Bagi Pemerintah Pusat mungkin kenyataan buruk nasib investasi itu tak penting! Tetapi, pemerintah daerah yang eman-eman pada setiap investasi di daerahnya, tentu berbeda! Kewajiban melindungi setiap investasi agar selalu kondusif, tak bisa ditawar-tawar! Maka itu, wajar Dinas Peternakan Provinsi Lampung cenderung membela pengusaha menghadapi masalah sapi impor mereka!"
"Meskipun alasannya ideal, untuk mengembangkan sapi lokal, utamanya di NTT dan Jawa Timur, sebaiknya tentu lewat proses terencana, tidak dadakan agar jika investasi yang ada gulung tikar, closing ceremony-nya bisa dipersiapkan lebih indah—pengembangan sapi lokal juga terbatas, sapi beranak sekali setahun!" timpal Amir.
"Lain kalau sistem zona ekonomi yang telah dicanangkan berlaku di bidang ini, kepentingan Lampung yang masuk zona ekonomi Sumatera tak benturan dengan kepentingan zona lain!"
"Hal terburuk akibat kebijakan yang berubah oleh mimpi pejabat itu, seorang pengusaha yang terkenal baik, akibat kiriman sapi dari mitra di luar negeri yang justru beriktikad baik memenuhi kewajiban mengirim barang sesuai kontraknya, tiba-tiba si pengusaha terancam menjadi kriminal!" tegas Umar.
"Antarpemerintah bisa saja conform pengurangan impor, tetapi pengusaha asing yang terikat kontrak tetap menunjukkan tanggung jawabnya! Itulah pangkal bencana bagi pengusaha kita! Dan, Pemerintah Pusat, baik eksekutif maupun legislatif, tak akan peduli dengan nasib buruk pengusaha seperti itu!" ***
0 komentar:
Posting Komentar