"Sejak awal kemerdekaan kampanye utama para pemimpin membebaskan bangsa dari rasa rendah diri karena dianggap sebagai penyakit mental yang ditanamkan penjajah terhadap warga terjajah!" ujar Umar. "Rasa rendah diri dimaksud sikap inferior—merasa diri lebih rendah dari bangsa lain, utamanya penjajah! Sikap itu harus dihilangkan karena setelah merdeka bangsa kita sederajat dengan bangsa lain, berdiri sama tinggi duduk sama rendah!"
"Setelah bersih dari rasa rendah diri, tumbuh rasa harga diri baik sebagai individu maupun bangsa!" timpal Amir. "Pada era Bung Karno rasa harga diri itu diukur lewat cara kita mengekspresikannya di tengah pergaulan dengan bangsa-bangsa lain, semakin tinggi posisi kita di tengah interaksi global, makin tinggi pula harga diri bangsa kita!"
"Bung Karno jatuh, paradigmanya diubah!" tukas Umar. "Harga diri bukan lagi diukur dari realitas posisi bangsa di tengah pergaulan dunia, melainkan tingkat kemakmurannya! Dengan paradigma baru yang materialistik ini bangsa Indonesia dengan kemiskinannya kembali dibenam dalam rasa rendah diri baru, merasa inferior di depan bangsa-bangsa lain yang lebih makmur! Bung Karno pun dikecam karena 'politik memimpin dunia'-nya menelantarkan rakyat dalam kemelaratan!"
"Pada era paradigma baru pembangunan dijadikan panglima, untuk membangkitkan harga diri baru dengan ukuran yang materialistis pula!" timpal Amir. "Kekayaan alam dieksploitasi maksimal untuk mengejar kemakmuran! Perburuan rasa harga diri baru ini menimbulkan kesombongan, hilangnya rasa rendah diri para pemimpin pada Sang Pencipta! Para pemimpin jadi monster perusak ciptaan indah Sang Khalik! Tapi sayang, hasil merusak alam itu gagal mengentaskan bangsa dari kemiskinan maupun mengejar ketertinggalan dari bangsa makmur!"
"Rusaknya alam akibat kesombongan para pemimpin yang jauh dari rasa rendah diri pada Sang Pencipta itu mengubah iklim hingga kekeringan dan banjir silih berganti menyengsarakan rakyat, cerminan tandusnya moralitas para pemimpin!" tukas Umar. "Moralitas tandus, hasil perusakan alam bukan benar-benar dibuat untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, melainkan lebih banyak dikorupsi untuk kemakmuran pribadi para penguasa, kerabat, kroni, dan kongsi asingnya!" ***
0 komentar:
Posting Komentar