"DALAM Kebangkitan Nasional itu yang bangkit nasion (bangsa), jadi manusianya, yang bersatu membentuk negara Republik Indonesia berasas Pancasila!" ujar Umar. "Dengan manusia subjek kebangkitan, kemanusiaan dari asas Pancasila tak boleh ditawar-tawar, yakni adil dan beradab! Adil dan beradab itu standar bagi setiap langkah kehidupan bernegara-bangsa maupun interaksi sosial antarwarga!"
"Artinya, jika lembaga representasi negara atau masyarakat maupun perorangan membuat keputusan atau bertindak, wajib dilandasi pertimbangan, adilkah? Beradabkah?" sambut Amir. "Memberi beras kepada kaum miskin dengan mencampurkan beras buruk tak layak konsumsi, adilkah itu? Beradabkah itu?"
"Adil dan beradab jadi standar implementasi semua sila Pancasila!" tegas Umar. "Adil ada dua dimensi, formal dan substantif! Formal terkait pelaksanaan hukum dan kekuasaan—hukum bukan cuma UU tertulis, tapi juga sepak terjang aparat negara dan pemerintah! Keadilan substantif terkait sosial-ekonomi, yang kesenjangannya kini semakin lebar!"
"Juga keadilan pada dimensi hukum cenderung bias!" tukas Amir. "Karena hukum diciptakan bukan berorientasi mewujudkan keadilan, melainkan lebih berorientasi pada kepentingan sempit para legislator pembuatnya! Contohnya RUU Ormas yang ditolak pihak ormas—terutama NU dan Muhammadiyah! Artinya, ketika hukum lewat UU seperti itu ditegakkan, yang hadir bukan keadilan—melainkan malah ketakadilan!"
"Lalu beradab (civilized) merupakan ekspresi dari proper behavior—perilaku yang tepat dan pantas atau patut menurut kaidah budaya dan agama!" timpal Umar. "Dengan proper behavior orang menjalankan peran sesuai posisinya dalam masyarakat! Sebagai wakil rakyat, orang harus secara tepat berperan mewakili rakyat, memperjuangkan nasib rakyat! Jadi bukan berjuang untuk kepentingan pribadi, golongan, atau sponsornya, justru dengan mengecundangi kepentingan rakyat yang memilihnya!
Perbuatan begitu tak sesuai proper behavior, malah bertentangan, jadi tidak beradab!"
"Implementasi adil dan beradab yang masih seperti itu jelas tak bisa dijadikan kekuatan pengungkit bagi kebangkitan bangsa ke masa depan!" tegas Amir. "Sebaliknya, justru menenggelamkan rakyat dalam kesengsaraan demi kepentingan sempit para pemimpin!" ***
0 komentar:
Posting Komentar