"NEGARA ini kaya raya, tapi rakyatnya miskin!" ujar Umar. "Itu karena kekayaan negara dan rakyatnya dijarah orang-orang yang dipercaya mengelolanya, dari anggaran negara, sumber kekayaan alam, sampai kongkalikong menjarah uang rakyat lewat kartel impor daging sapi!"
"Tapi penjarah yang distigma dengan sebutan koruptor justru jumlahnya terus bertambah!" timpal Amir.
"Itu terjadi karena penjara yang semestinya tempat penjera bagi para penjarah, telah berubah fungsi! Bukan lagi menjerakan penjarah, tapi jadi lembaga memasyarakatkan nikmatnya hidup penjarah--koruptor! Menurut Ketua KPK Abraham Samad, malam koruptor pulang tidur di rumahnya, bukan di penjara!"
"Pertama hal itu terjadi mungkin akibat simpang-siur terminologi bahasa hukum!" tukas Umar. "Seorang terpidana divonis lima tahun penjara, tak dikirim ke penjara, tapi ke lembaga pemasyarakatan--LP! Sejak jauh hari telah diklaim, lembaga pemasyarakatan itu berbeda dari penjara, tak sekejam penjara!
Dijamin, lembaga pemasyarakatan lebih enak dar penjara! Dengan begitu, terhadap LP orang jadi tak setakut masuk penjara!" "Tak cukup menyeramkannya terminologi lembaga pemasyarakatan yang diaktualkan oleh realitasnya itu, membuat jumlah penjarah alias koruptor bertambah! Kekayaan negara dan rakyat pun dijarah tanpa henti!" timpal Amir.
"Konsekuensinya, warga miskin di negeri ini makin banyak! Buktinya, kalau selama ini jumlah warga di bawah garis kemiskinan disebut 30 juta jiwa, untuk bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM)-menurut Ketua Bappenas Armida S. Alisjahbana disiapkan untuk 15,5 juta keluarga miskin! Jika standar satu keluarga empat jiwa, berarti warga miskin kita bertambah menjadi 62 juta jiwa!"
"Agar penjarahan kekayaan negara dan rakyat tak terus semakin merajalela dan jumlah warga miskin sebagai akibat penjarahan itu tak terus bertambah, jelas perlu pelurusan terminologi dalam bahasa hukum sehingga segala sesuatu berfungsi sesuai makna hakikinya!" tegas Umar.
"Semisal penjara, harus benar-benar berfungsi sebagai penjera bagi para penjarah! Kalau penjara hanya ada dalam vonis, sedang pelaksanaan hukumannya sekadar formalitas bahasa, penjarahan bisa semakin gila-gilaan diiringi meluasnya kemiskinan yang fatal!" ***
0 komentar:
Posting Komentar