"DALAM apel Garda Pemuda Nasionsl Demokrat memperingati hari lahir Pancasila 1 Juni, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh mensinyalir Pancasila yang merupakan buah konsensus para pemikir bangsa kini mulai dilupakan!" kutip Umar. "Buktinya, moralitas, etos, dan disiplin bangsa mengalami dekadensi! Banyak orang kaya mengeksploiitasi alam Indonesia, tapi menyimpan uangnya di luar negeri!"
"Banyal contoh lain bisa diangkat sebagai bukti Pancasila dilupakan!" timpal Amir.
"Korupsi yang semakin merajalela bahkan menunjukkan bukan saja Pancasila mulai dilupakan, malahan telah ditinggalkan! Karena korupsi merupakan tindakan yang tidak adil dan tidak beradab--konsensus antarbangsa menempatkan korupsi sebagai kejahatan luar biasa--sehingga jelas bertentangan dengan Pancasila!"
"Surya Paloh mengingatkan generasi penerus untuk menjaga dan mengimplementasikan nilai-nilai luhur Pancasila demi tercapainya cita-cita bangsa!" tegas Umar. "Untuk itu perlu dicari kausalitas kenapa Pancasila yang telah berusia 68 tahun implementasinya melemah, sedang antitesisnya yang justru berkobar!"
"Popularitas Pancasila melorot terseret kejatuhan rezim Orde Baru yang menjadikannya alat melestarikan kekuasaan!" tukas Amir. "Tapi untuk revitalisasi Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa bukan berarti harus merehabilitasi Pancasila dari penyalahgunaan itu! Pancasila punya semangat dan kekuatan inheren dalam dirinya, yang senantiasa berkobar dalam sanubari para patriot bangsa! Jadi, yang diperlukan untuk revitalisasi hanya mengaktualisasikan inner power Pancasila lewat pengaktifan peran para patriot itu!"
"Antitesis Pancasila berkobar lewat peran para aktor dari kelompok dominan--politisi, birokrat, dan pengusaha--unsur teratas terlibat kasus korupsi!" timpal Umar. "Andai demokrasi efektif, pergantian peran dari kelompok antitesis ke sintesis bisa terjadi lewat pemilu! Tapi kelompok antitesis lebih kuat secara multidimensi (politik, keuangan dan fasilitas) dibanding kelompok sintesis, sehingga pemilu masih berat buat sarana perubahan!"
"Perubahan memang bukan lewat kelas borjuis itu!" tegas Amir.
"Tapi lewat massa! Yakni, saat pemilihan presiden muncul seorang tokoh dari kalangan sintesis yang mumpuni menarik massa mendukungnya ke jalan perubahan!" ***
0 komentar:
Posting Komentar