SEORANG bayi semalaman menangis karena disapih, dihentikan pemberian air susu ibu—ASI—nya! Tetangga jadi terganggu tidurnya.
"Usia enam bulan disapih!" keluh tetangga! "Seharusnya diberi ASI sampai dua tahun!"
"Karena ibunya bekerja!" jelas istri tetangga.
"Sebetulnya anak itu sudah minum susu botol di siang hari! Tapi terbiasa tidur dalam pelukan sambil menyusu pada ibunya! Kebiasaan itu dihentikan dengan memberi brotowali pahit di puting susu sang ibu! Ia jadi kelimpungan!"
"Kok tega nian menyapih anak sekecil itu?" tanya tetangga.
"Karena ibunya naik pangkat jadi orang penting, akan sering tugas ke luar negeri!" jawab istrinya. "Maka itu, anaknya disapih!"
"Setelah enam bulan menyusu saja disapih kelimpungan! Bagaimana pula warga miskin yang cuma diberi bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) empat bulan lalu disapih?" tukas tetangga. "Bisa lebih kelimpungan mereka! Karena harga barang yang telanjur naik belasan sampai puluhan persen terkatrol kenaikan harga BBM, tak akan turun seperti semula!
Artinya begitu disapih dari BLSM mereka memikul beban hidup lebih berat!" "Memang, kalau terjadi deflasi cuma nol koma persen, padahal kenaikan harga sebelumnya tajam sekali!" timpal istri. "Selama kabar angin harga BBM akan naik saja, sejak awal Mei, kenaikan harga kebutuhan pokok sudah dikeluhkan ibu-ibu rumah tangga! Minyak sayur biasa Rp10 ribu/kg, kini jadi Rp13 ribu/kg! Naiknya sampai 30 persen!"
"Bukan cuma ibu-ibu rumah tangga, Bank Sentral juga pontang-panting intervensi pasar valuta asing mengamankan nilai rupiah dari ekses isu kenaikan harga BBM itu!" tegas tetangga. "Dalam bulan Mei saja cadangan devisa habis 2,12 miliar dolar AS, dari 30 April 2013 sebesar 107,269 miliar dolar AS menjadi 105,149 miliar dolar AS pada 31 Mei 2013!
Bisa lebih besar intervensi bulan Juni menekan gejolak rupiah yang sempat tembus Rp10 ribu/dolar AS!" "Ekses kenaikan harga BBM yang simultan itu bisa membuat warga miskin lebih kelimpungan setelah disapih dari BLSM!" tegas istri. "Apalagi mayoritas warga yang sebenarnya ekonomi mereka tak mampu tapi tak dapat BLSM—seperti buruh, karyawan-pegawai rendahan, pedagang kecil dan sekelasnya!" ***
0 komentar:
Posting Komentar