"HARGA BBM bersubsidi sudah dipastikan naik! Penyesuaian harga barang
menjadi konsekuensi logis!" ujar Umar. "Bagaimana penyesuaian itu bisa
dilakukan rasional sehingga tidak terlalu memberatkan ekonomi warga
kelas bawah, seperti buruh, karyawan/pegawai rendahan, pedagang kecil,
dan sekelasnya, jadi ujian bagi kemampuan pemerintah mengatasi dampak
kenaikan harga BBM!"
"Uji kemampuan itu untuk membuktikan pemerintah tidak gegabah menaikkan harga BBM pada waktu yang menurut logika kurang tepat—menghadapi tahun ajaran baru, Ramadan, dan Idulfitri!" timpal Amir. "Tahun ajaran baru itu bagi warga kelas bawah saat yang memusingkan!
"Uji kemampuan itu untuk membuktikan pemerintah tidak gegabah menaikkan harga BBM pada waktu yang menurut logika kurang tepat—menghadapi tahun ajaran baru, Ramadan, dan Idulfitri!" timpal Amir. "Tahun ajaran baru itu bagi warga kelas bawah saat yang memusingkan!
Promosi sekolah gratis
sering terbatas pada SPP! Sedang seragam dan lain-lainnya tak gratis!
Apalagi masuk sekolah, untuk TK saja ada yang bayar jutaan rupiah!"
"Lalu puasa, konsumsi pangan di rumah harus disiapkan secara ekstra!"
tegas Umar. "Tingkat konsumsi atas aneka kebutuhan naik, hukum pasar
yang bekerja dengan mekanisme rasional saja pun sudah mendorong kenaikan
harga!"
"Disusul Lebaran, klimaks konsumsi setahun!" tukas Amir. "Semua
prosesnya berjalan rasional pun, bekerja sesuai hukum pasar, kenaikan
tak bisa dibendung! Saat demikian dihadirkan kenaikan harga BBM yang
secara rasional juga mendorong kenaikan harga dengan persentase
jelas—premium naik 44,44% dan solar 22,22%!"
"Anehnya, kalau yang rasional-rasional itu digabung menjadi satu, malah
tidak rasional lagi karena kelipatan kenaikan yang realistis itu justru
terasa menjadi beban psikologis yang berat!" timpal Umar.
"Kala beban psikologis itu merebak masif, banyak orang merasa berat
memikul beban psikologis itu, di antara mereka termasuk pedagang! Para
pedagang itu pun terdorong tekanan psikologis untuk bisa memenuhi
kebutuhannya yang naik kuantitas dan harganya, menaikkan harga
barangnya! Ini salah satu aspek psikologis kenaikan harga!"
"Celakanya, faktor psikologis itu dipakai para spekulan!" tegas Amir.
"Harga barang tak terkendali, pemerintah cuma bisa operasi pasar—setelah
rakyat lebih dahulu tergencet harga tinggi!
Apakah pemerintah dengan segala janjinya kali ini juga akan hadir
setelah badai buatan spekulan berlalu? Seperti badai harga bawang?
Bahkan, badai daging sapi belum berlalu juga!" ***
0 komentar:
Posting Komentar