"DIRJEN Perdagangan Luar Negeri Kemendag Bachrul Chairi mengatakan stok daging sapi untuk kebutuhan puasa dan Lebaran aman, bahkan hingga dua bulan setelah Lebaran!" ujar Umar.
"Data hingga pekan ini, kata Bachrul, jumlah sapi bakalan 145 ribu ekor, siap potong 18.929 ekor, dan sapi lokal 3.037 ekor.
Pasokan sapi bakalan bisa bertambah hingga 99 ribu ekor dari impor. Stok daging impor, dari persetujuan triwulan II 45 ribu ton, baru direalisasi 8.316 ton." (tempo.co, 10/6)
"Anehnya, meski stok berlimpah, harga daging sapi dalam negeri bertahan tinggi hingga rata-rata Rp95 ribu—Rp100 ribu/kg di pasar tradisional, bahkan ritel!" timpal Amir.
"Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Importir Daging (Aspidi) Thomas Sembiring mengatakan harga daging tinggi karena daging impor dilarang masuk pasar tradisional untuk stabilkan pasokan dan harga!" (detik.com, 10/6)
"Larangan daging impor masuk pasar umum—tradisional dan ritel—berdasar Peraturan Menteri Perdagangan No. 46 Tahun 2013," tukas Umar.
"Daging impor hanya untuk industri, hotel, restoran, katering, dan keperluan khusus lain."
"Menurut Thomas Sembiring, harga daging bertahan tinggi karena pemerintah tidak membuat ketentuan, hingga mereka bebas mau jual dengan harga berapa pun!" lanjut Amir.
"Oleh sebab itu, harga daging sapi di pasar tradisional dan ritel tergantung pada siapa yang paling kuat menentukan harga, tak lagi memakai bandingan harga daging di pasar internasional tetap di sekitar 5 dolar AS/kg, atau biaya produksi sapi lokal di petani sekitar Rp37.500/kg timbang hidup atau Rp30 ribu/kg timbang hidup di feedlot."
"Pembiaran pemerintah sehingga harga daging bertahan tinggi, padahal banyak bandingan yang bisa dijadikan patokan kontrol terhadap harganya tentu amat disesalkan!" tegas Umar.
"Sebab, dengan harga daging tinggi, rakyat kebanyakan jadi tak mampu mengonsumsi daging untuk memenuhi kebutuhan protein utama bagi menjaga kesehatannya!"
"Padahal, konsumsi nasional per kapita daging sapi kita sampai dua tahun lalu, sebelum harga daging melonjak drastis, hanya 2 kg/orang/tahun! Jauh di bawah Malaysia, 47 kg/orang/tahun!" tukas Amir.
"Dengan konsumsi daging per kapita yang sangat rendah itu, bukan mustahil pernyataan calon presiden Prabowo Subianto seperti disiarkan pers (MetroTV, 11/6) rakyat Indonesia itu lugu—oleh Prabowo diperjelas, lugu itu singkatan dari lucu dan guoblok! Penyebabnya jelas, pemerintah melakukan pembiaran harga daging bertahan tinggi!" ***
0 komentar:
Posting Komentar