"ARGENTINA menjadi tuan rumah Piala Dunia 1978 di bawah junta militer Jenderal Jorge Videla yang mengudeta Isabel Peron 1976," ujar Umar. "Junta memerintah dengan cara keras, memberangus setiap perlawanan politik. Simpatisan Peron ditangkap, diculik, dan dihabisi secara ekstrayudisial. Banyak aktivis dan mahasiswa diculik tak pernah kembali!"
"Selama kekuasaan junta militer, sekitar 30 ribu rakyat Argentina yang hilang dan terbunuh. Namun, junta hanya mengakui penangkapan 9.000 orang!" timpal Amir. "Piala Dunia 1978 menjadi momen bagi junta untuk membangun citra positif. Mereka ingin menjamu peserta, jurnalis, turis, dan suporter, menunjukkan di bawah junta militer Argentina modern dan maju!"
"Namun, seperti dipetik Zen RS di detiksport (31/5), junta gagal menutupi bau darah yang mereka tumpahkan justru karena momen Piala Dunia!" tukas Umar. "Di hari kick off Piala Dunia 1 Juni 1978, ibu-ibu yang kehilangan suami, anak, atau saudara demonstrasi besar-besaran membongkar selubung darah di wajah junta!
Demo ibu-ibu yang terkenal disebut Ibu-ibu Plaza de Mayo ini pun menjadi sajian buat wartawan seantero jagat!"
"Plaza de Mayo adalah alun-alun di depan Istana Kepresidenan Casa Rosada, tempat ibu-ibu itu rutin unjuk rasa setiap pekan sejak 30 April 1977, dimulai 14 orang dan jumlahnya terus bertambah!" ujar Amir.
"Ibu-ibu itu menuntut dikembalikannya anak, cucu, suami mereka yang hilang. Sebagian besar dari mereka mungkin sudah terbunuh, tetapi mereka percaya sebagian masih hidup dalam tahanan yang tidak berperikemanusiaan!"
"Junta berusaha sekuatnya menghalangi aksi para ibu itu!" tegas Umar. "Mereka sebarkan cerita ibu-ibu itu perempuan gila (las locas). Plaza de Mayo kemudian dijaga ketat polisi! Namun, para ibu tidak habis akal. Mereka berbagi aksi dalam beberapa gelombang.
Jika gelombang pertama dibubarkan, gelombang berikut muncul! Akhirnya junta menangkap inisiator gerakan dan mengirimnya ke kamp konsentrasi—sejenis tapol di sini!"
"Ketika akhirnya Argentina menjadi juara usai mengalahkan Belanda 3-1 di final, seisi Argentina memang meledak dalam gembira!
Jenderal Videla memanfaatkan momen itu untuk meyakinkan rakyatnya, Argentina baru telah lahir!" tukas Amir. "Namun, ibu-ibu itu tetap melanjutkan aksinya, bahkan setelah junta jatuh pada 1983!
Mereka beraksi sampai 26 Januari 2006, setelah Presiden Neston Kirchner terpilih dan mencabut kekebalan hukum para jenderal yang bertanggung jawab!" ***
0 komentar:
Posting Komentar