"RAGAM impor pangan Indonesia semakin meriah dengan produk-produk yang lazim dibudi daya petani sendiri!" ujar Umar. "Selain beras, jagung, kedelai, bawang, dan daging sapi yang jumlah impornya besar, kacang hijau, kacang tanah, dan ubi jalar pun kini menambah panjang daftar komoditas impor pangan!"
"DetikFinance (4/5) memetik data Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, impor beras pada April naik 16% dari total impor Januari—April sebesar 91.942 ton!" timpal Amir. "Impor jagung yang cukup parah, Januari 215.716 ton, Februari 153.322 ton, Maret 176.197 ton, April 154.189 ton, jumlah awal 2014 jadi 699.424 ton!"
Paling signifikan impor biji gandum, April saja 817.588 ton! Dari Januari ke April, lebih 2 juta ton, tepatnya 2.406.389 ton!" tegas Umar. "Dari jumlah impor biji sebesar itu, masih ditambah lagi impor tepung terigu, April saja 20.198 ton."
"Kalau impor kacang kedelai tahun lalu tembus 2 juta ton, impor kacang hijau juga setiap bulan angkanya sudah belasan ribu ton—April 18.544 ton!" tukas Amir. "Sedang kacang tanah, April saja impornya 34.151 ton! Akumulasi Januari—April sebesar 98.708 ton!"
"Dari besarnya angka-angka impor itu, jika pengadaannya diusahakan lewat program khusus usaha tani substitusi impor dengan menanam sendiri komoditas yang selama ini bisa ditanam di Bumi Pertiwi, jelas jutaan tenaga kerja tertampung!" ujar Umar.
"Kalau pemerintah serius, lahan bekas hutan industri yang tidak dilarang untuk pertanian, jumlahnya banyak! Modal pengelolaannya, bank nasional kita punya cukup dana!"
"Faktor kreativitas merekayasa program seperti itu dari pemerintah yang selama ini lemah, akibat terbius oleh rente impor yang telah dibuktikan pengadilan banyak dinikmati para politikus dan birokrat!" timpal Umar.
"Pemerintahan baru hasil pilpres ini yang diharapkan mampu menghabisi tradisi rente impor produk pertanian di kalangan politikus dan birokrat tersebut, akan bisa mengubah kebiasaan buruk itu menjadi peluang bagi jutaan penganggur mendapatkan pekerjaan menjadi massa produktif!"
"Memang, pilpres ini menjadi penentu apakah tradisi politikus dan birokrat untuk menikmati rente impor pangan tersebut dihentikan, atau tetap dilanjutkan dengan mengorbankan penganggur kehilangan kesempatan berproduksi menggantikan pengisian produk impor!" tukas Amir.
"Pemilih yang menentukan diputus atau tidaknya rantai tradisi rente impor pangan di kalangan politikus dan birokrat itu!" ***
0 komentar:
Posting Komentar