DARI kecamuk di parlemen usai terakhir ini mencuat kesan kuat elite politik kita secara umum minus empati—kemampuan menempatkan diri dalam situasi orang lain! Tanpa empati, elite politik jadi ngotot hanya mengutamakan kepentingan pihaknya!
Jangankan tawar-menawar memberi peluang atau kesempatan pihak lain, toleransi pada kepentingan pihak-pihak lain pun sama sekali tertutup!
Entah apa jadinya kehidupan bernegara-bangsa nanti kalau elite politiknya tak memiliki empati dan toleransi, semua hanya ngotot pada maunya pihak sendiri tanpa peduli kepentingan pihak lain.
Lebih celaka lagi, maunya sendiri saja itu dipenuhi dengan merampas hak-hak pihak lain, tanpa kecuali hak konstitusional, kedaulatan rakyat memilih pemimpin!
Sikap elite politik yang mau menang sendiri, minus empati dan toleransi itu mencemaskan kalangan pengusaha karena bisa menyulut suhu politik yang berimbas buruk pada dunia usaha.
Umum Kadin Suryo Bambang Sulisto pekan lalu lewat pertemuan dengan pemimpin media massa mewanti-wanti agar elite politik peduli ekses negatif krisis politik pada ekonomi nasional.
Itu salah satu dampak krisis politik.
Dengan terganggunya ekonomi nasional, mayoritas rakyat yang masih miskin penderitaannya semakin fatal! Lalu, kriminalitas dalam masyarakat pun serta-merta meningkat! Ketenteraman hidup rakyat akhirnya terganggu!
Tapi, bagi elite politik yang minus empati dan toleransi, semua itu tak ada artinya! Baginya, terpenting ambisi politiknya terlampias! Hal itu tentu kurang pas untuk kehidupan bersama di negara Bhinneka Tunggal Ika ini.
Karena itu, empati yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti “keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya di keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain” itu seharusnya menjadi kapasitas kemampuan penting bagi elite politik!
Tanpa itu, dengan kekuasaannya elite politik menciptakan situasi dan kondisi homo homini lupus, nenjadi monster pemangsa sesama—rakyat dan kelompok politik dan sosial yang lemah!
Dengan Kamus Besar jelas menyebut empati itu masalah mental, minusnya empati harus ditempatkan proporsional sebagai masalah mentalitas elite politik.
Kasihan rakyat, jatuh ke tangan elite yang mentalitasnya bermasalah! ***
0 komentar:
Posting Komentar