SEPEKAN sejak pelantikan Presiden-Wakil Presiden Joko Widodo-M. Jusuf Kalla 20 Oktober 2014, bangsa Indonesia tertegun menunggu kabinet! Terbukti, tak mudah menyusun the dream team yang sesuai dengan janji kampanye, yakni bersih dari kasus korupsi dan usaha menjadikan Indonesia poros maritim dunia!
Kesulitan menyusun tim dengan 33 pemain bisa dibayangkan lewat kegagalan beruntun bangsa ini menyusun tim sepak bolanya yang hanya 11 orang—di U-19 kalah terus sejak tampil pertama sampai angkat koper dari Piala Asia di Myanmar, sementara U-23 kandas di Asian Games Korea Selatan.
Masalah di balik semua itu—juga dalam menyusun kabinet—adalah tantangan sangat berat yang dihadapi! Buat kabinet, tantangan itu antara lain BBM subsidi yang akan habis pada November dengan defisit APBN yang membengkak, lalu defisit neraca perdagangan dan neraca pembayaran (current account) yang juga semakin dalam, pelambatan pertumbuhan ekonomi diikuti penurunan kemiskinan yang juga melambat, serta hal lain yang bisa mengganjal kabinet baru!
Terkait janji kampanye menyusun kabinet bersih, rekomendasi dari pusat pencatatan dan analisis transaksi keuangan (PPATK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas daftar calon menteri yang diajukan. Kemudian, untuk menjadikan Indonesia poros maritim dunia perlu struktur baru di kabinet, harus lewat DPR mengubahnya.
Kedua hal itu butuh waktu, sepekan! Excuse begitu boleh-boleh saja, tapi tetap ada konsekuensinya—euforia Jokowi yang berpuncak pada hari pelantikannya dilanjutkan parade kereta kencana dan syukuran rakyat di Monas, seketika jadi senyap, segenap bangsa malah tertegun menunggu kabinet! Padahal, euforia itu sebagai sumbu energi gerakan rakyat mendukung pemerintahan baru tak boleh terlalu cepat padam, terhenti, lantas hening tertegun.
Padahal, dengan gemuruh euforia itu saat pengumuman dan pelantikan kabinet baru serta geloranya mengiringi langkah awal tugas kabinet, dambaan Jokowi-JK pemerintahannya berjalan dengan penuh partisipasi rakyat bisa terwujud!
Sebaliknya, jika sempat senyap tertegun! Justru daya kritis yang akan memuncak, hal-hal yang kurang ideal pada kabinet bisa mencuat jadi nightmare! Dukungan partisipasi kritis memang lebih baik dibanding fanatisme buta! Tapi, kalau itu keburu hadir di awal langkah yang masih tertatih-tatih, bisa menguras energi! ***
0 komentar:
Posting Komentar