"MPR—Majelis Permusyawaratan Rakyat—Rabu (8/10) dini hari memilih pimpinan majelisnya tanpa menggunakan proses permusyawaratan sesuai namanya!" ujar Umar. "MPR mengambil putusan lewat voting, mengandaskan segala usaha untuk memenuhi kodrat majelisnya sebagai wadah musyawarah untuk mufakat!"
"Itu wujud semakin terlembaganya sistem politik liberal elitis di negeri kita!" timpal Amir.
"Setelah hak kedaulatan rakyat untuk memilih kepala daerah dicabut, segera disusul pencabutan hak kedaulatan rakyat memilih presiden, habis tuntaslah semua hak rakyat dalam kehidupan politik! Demokrasi pun mati karena demokrasi itu secara harfiah maupun hakikinya berarti pemerintahan oleh rakyat, sedang rakyat secara praktis sudah tak punya lagi kekuasaan efektif dalam menentukan pemerintahan!"
"Saat bunyi konstitusi kedaulatan berada di tangan rakyat tinggal isapan jempol dan majelis permusyawaratan tidak lagi sebagai wadah bermusyawarah, berarti negara ini telah keluar dari wujud yang dicita-citakan para Bapak Pendiri Bangsa dan para pejuang kemerdekaan!" tegas Umar! Apa elite politik menyadari itu?"
"Meminta elite politik yang tengah mabuk kekuasaan untuk menyadari hal itu dan introspeksi atas realitas tersebut, jelas cuma harapan sia-sia!" tukas Amir. "Sebab, dalam sistem politik liberal elitis, hanya tafsir elite yang berlaku sebagai segala kebenaran!
Sedang rakyat, tak punya hak lagi untuk membuat tafsirnya terhadap segala hal terkait kehidupan bernegara bangsa! Jangankan menafsir hal strategis, secara praktis rakyat telah dibungkam hingga kembali menjadi silent majority—mayoritas bisu—hak-hak politiknya dalam bernegara bangsa selesai dipereteli!"
"Lebih malang lagi nasib rakyat kalau para politikus yang mengisi jabatan publik tidak memiliki sikap kenegarawanan!" timpal Umar. "Yakni, mereka menjadikan dirinya dalam jabatan publik itu bukan sebagai pelayan rakyat maupun abdi negara dan bangsa, melainkan mengabdikan jabatannya semata untuk kepentingan partai dan koalisi politik kekuasaan!
Akibatnya, rakyat bukan saja tak mendapat apa-apa dari kekuasaan negara yang mereka kelola! Sebaliknya, rakyat malah dijadikan tumbal untuk segala jenis pengorbanan yang diperlukan bagi kepentingan negara yang diorientasikan buat sebesar-besar kenikmatan elite pengelola kekuasaan!"
"Semua itu harus dirayakan oleh rakyat!" tegas Umar. "Dirayakan sebagai kemajuan demokrasi—pemerintahan oleh rakyat!" ***
0 komentar:
Posting Komentar