"ICW—Indonesian Corruption Watch—dalam laporan terakhirnya menyebut Provinsi Lampung tahun ini peringkat 10 terbesar korupsi dana pendidikan. Peringkat itu didapat berdasar jumlah kerugian negara dalam 12 kasus korupsi yang diputus pengadilan sebesar Rp13,8 miliar.
Menanggapi laporan ICW itu, Direktur Eksekutif Komite Antikorupsi (Koak) Lampung Muhamad Yunus menduga kebocoran dana pendidikan di daerahnya jauh lebih besar dari yang disebut ICW. Ia berpijak pada kasus korupsi sertifikasi di Lampung Utara saja Rp1,3 miliar. Belum lagi ditambah kasus korupsi dana biaya operasional sekolah—BOS (Lampost, 10/10).
Bahkan, hasil survei (studi kasus) Koak di 10 sekolah daerah ini tahun lalu mencatat kebocoran dana pendidikan secara keseluruhan mencapai 40% dari anggaran pendapatan dan belanja sekolah—APBS!
Seberapa besar korupsi dana pendidikan di Lampung bisa dikuantifikasi 40% dari Rp1 triliun dana pendidikan pada APBD provinsi, ditambah 40% dari 20% APBD 15 kabupaten/kota, ditambah lagi dana partisipasi orang tua murid yang masuk APBS semua sekolah!
Hasil studi kasus Koak kebocoran 40% dari APBS itu conform dengan gugatan kepala sekolah yang dicopot karena menolak setor ke atasan! Walau gugatan itu ditolak pengadilan, tetap membuktikan semua kepala sekolah yang mau setor tidak dicopot!
Fakta kualitatifnya pun, korupsi dana pendidikan terjadi secara terstruktur, sistemik, dan masif (TSM). Itu membuat sukar dibuktikan secara legal formal! Karena, semua berproses dalam struktur secara sistematis dalam arti tahu sama tahu (TST), sukar dicari bukti fisis yang memenuhi syarat secara hukum!
Jelas, bukan tugas seorang kepala sekolah yang teraniaya itu untuk membuktikan adanya jaringan korupsi TSM pada dana pendidikan! Bahkan, lembaga secanggih Komisi Pemberantasan Korupsi pun tak mudah melakukannya!
Oleh karena itu, tindakan terpenting dari kepala daerah, dalam hal ini gubernur, adalah membuat sistem pencegahannya! Dan itu dilakukan dengan tidak alergi pada data survei seperti dari Koak—sejak proses hingga hasilnya—agar seluruh celah korupsi yang mencapai 40% dari APBS itu bisa ditutup serapat-rapatnya!
Kenapa harus gubernur yang membuat stelsel pencegahan korupsi dana pendidikan? Karena berdasar gugatan kepala sekolah yang dicopot akibat menolak ikut irama gendang korupsi, penabuhnya justru berada dekat kepala daerah—yang ia gugat!" ***
0 komentar:
Posting Komentar