KEBIJAKAN pertama yang tak terelakkan harus dibuat pemerintahan baru adalah menaikkan harga BBM. Namun, kebijakan melepas APBN dari defisit akibat subsidi itu, dengan gaya gila kerja Jokowi, bisa jadi “new deal” seperti kebijakan Roosevelt pada resesi besar 1930-an, fokus pada pemberdayaan kelompok warga terlemah lewat program padat karya!
Jadi, kompensasinya bukan “permen” bantuan langsung tunai (BLT) seperti saat menaikkan harga BBM Juli 2013 yang terbukti menaikkan jumlah orang miskin dari 28.066.550 pada Maret 2013 menjadi 28.553.930 pada September 2013, atau 487.380 orang jatuh miskin!
Tentu, aneka program padat karya yang membuat warga miskin jadi aktif kerja, kerja, dan kerja itu melengkapi semua program jaring pengaman sosial yang telah ada, dari raskin, berobat gratis, sekolah gratis, dan berbagai pelayanan lainnya.
Dengan pemberdayaan warga terlemah sosial-ekonominya lewat program padat karya itu, mereka dibuat terbiasa mendapatkan uang dengan memeras keringat sehingga membangun rasa harga dirinya karena tidak justru dibuat terlatih mencadongkan tangan meminta dan meminta melulu.
Selain itu, dengan pemberdayaan lewat program-program padat karya, seperti dalam new deal Roosevelt, warga bisa mendapatkan dana lebih besar jumlahnya per bulan dibanding BLT! Dengan begitu, kondisi keluarga miskin bisa semakin kuat.
Jadi, lewat program padat kaya juga ada investasi sosial yang harus dilakukan pemerintah sesuai tujuan pembangunan milenium (MDG's). Selain itu, juga investasi infrastruktur di kawasan perdesaan lewat program padat karya, hal penting yang selama ini relatif terbengkalai.
Gambaran konseptual kerja, kerja, dan kerja gaya Jokowi itulah yang menjadi salah satu alasan kebijakan strategis pertama Jokowi menaikkan harga BBM itu ditunggu dengan optimisme investor. Menurut Kepala Ekonom Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan, (detik-Finance, 21/10), kebijakan menaikkan harga BBM itu pahit tapi diperlukan karena subsidi BBM menyebabkan fundamental ekonomi Indonesia rapuh.
Neraca perdagangan dan transaksi berjalan defisit akibat impor BBM yang tinggi—Rp1,4 triliun/hari. Nilai tukar rupiah pun jadi rentan karena tak ditopang fundamental yang kuat. Dengan demikian, menaikkan harga BBM yang dirangkai dengan program new deal menjadi jalan bagi Indonesia memperbaiki fundamental ekonominya, sekaligus jadi andalan mengurangi kemiskinan! ***
0 komentar:
Posting Komentar