Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Berlutut di Sudut Kerling Dinasti!

KETUA Fraksi Gerindra di DPR Ahmad Muzani kecewa berat dengan putusan MK melanggengkan politik dinasti.Ia tegaskan sejak awal semangat pelaksanaan pilkada langsung adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Semangat itu hilang ketika Mahkamah Konstitusi (MK) melegalkan politik dinasti dalam pilkada (Kompas.com, 10/7). Menurut dia, pilkada langsung membutuhkan energi yang besar. Untuk meraih kemenangan, diperlukan jaringan kekuatan yang besar dan pembiayaan yang kuat, dan itu dimiliki oleh calon yang sejak awal telah memiliki kekuasaan.

 Dalam praktiknya selama ini, demi melanggengkan kekuasaan dinasti, kekuasaan kepala daerah selalu berorientasi pada kepentingan kekuasaannya, sehingga kepentingan rakyat sering ditelantarkan. Karena itu, "Dengan adanya putusan MK ini, harapan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat agak jauh," tegas Muzani. Sebaliknya, dengan politik dinasti, bukan kesejahteraan masyarakat yang terjadi, tapi penumpakan kekuatan dinasti.

 Namun, apa pun hendak dikata, penyesalan terhadap putusan MK itu cuma bisa tinggal penyesalan. Sedang untuk menghindarkan langgengnya politik dinasti, selanjutnya bergantung pada konsistensi parpol-parpol pembuat UU No. 8/2015 tentang Pemilukada yang antipolitik dinasti untuk mengimplementasikan pendiriannya itu dalam realitas kehidupan politik di lapangan. Artinya, meski isi UU yang antipolitik dinasti dikoreksi MK, dalam praktik politik parpol-parpol tersebut bisa menghentikan kelanjutan politik dinasti. Logika untuk itu ada. Karena putusan akhir setiap calon kepala daerah yang maju ke pilkada ada pada DPP semua parpol, maka cukup dengan saringan DPP untuk menyisihkan setiap calon dari dinasti yang diajukan ke DPP diaktifkan, takkan ada calon dinasti lolos ikut pilkada. Itu kalau parpol serius benar-benar mau menghentikan kelanjutan politik dinasti!

 Namun, layak diragukan adanya parpol yang punya pendirian seperti itu dan mampu bersikeras mempertahankannya dalam praktik. Masalahnya, selain faktor tawar-menawar share kekuasaan merupakan hak absolut parpol, dalih untuk mengelak dari pendirian seperti itu juga selalu tersedia. Yakni, penentuan calon yang didukung parpol ditentukan oleh hasil survei independen! Itu erat kaitannya dengan watak umum setiap parpol, wajib memenangkan setiap kompetisi! Tapi oleh karena itu, menjadi tak aneh kalau akhirnya parpol justru menjadi pihak pertama yang tak berdaya, bertekuk lutut di sudut kerling dinasti! ***

0 komentar: