PRESIDEN Joko Widodo memerintahkan Menakertrans Hanif Dhakiri dan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Elvin G Masassya, yang dipanggil ke Istana, Jumat (3/7) sore, agar segera merevisi Peraturan Pemerintah (PP) tentang Jaminan Hari Tua (JHT) yang menuai protes.
PP baru itu diprotes karena memuat ketentuan dana JHT hanya boleh ditarik pekerja yang berhenti kerja setelah 10 tahun, itu pun dibatasi hanya 10%.
Sementara aturan lama, lima tahun sebulan semua dana JHT-nya bisa ditarik. Sesuai arahan Presiden, ujar Hanif, revisi dilakukan dengan ketentuan, bagi peserta yang kena PHK atau tidak lagi bekerja, satu bulan kemudian bisa mengambil JHT-nya (Kompas.com, 3/7). Pengecualian untuk menarik dana itu diberikan kepada pekerja yang terkena PHK dan yang tidak lagi bekerja karena mengundurkan diri. Sementara pekerja aktif yang masih menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan tetap diberlakukan aturan pencairan sebagian setelah 10 tahun.
Presiden Jokowi mengambil langkah cepat untuk merevisi PP JHT setelah dengan cepatnya meluas petisi dan protes menolak PP baru tentang JHT itu. Petisi menolak dan meminta PP baru direvisi kembali seperti aturan lama dipelopori Gilang Mahardhika dari Yogya lewat change.org, Rabu (1/7). Petisi itu merebak pesat di media sosial, sehingga Jumat (3/7) pagi, pukul 08.45, dicatat CNN Indonesia telah mendapat dukungan 81 ribu lebih netizen! Seiring petisi, protes datang dari berbagai serikat buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Gabungan Buruh Indonesia (GBI).
Mereka kecam aturan baru JHT itu dan mengancam akan mogok nasional jika aturan tersebut tidak direvisi. Sebagai langkah awal, menurut Ketua Presidium KSPI Said Iqbal, GBI mengerahkan massa buruh demonstrasi di bundaran HI, Jumat (3/7) sore. Terbukti, sampai malam Jalan Thamrin dan Jalan Sudirman macet total akibat demo buruh. Begitu pesatnya merebak petisi dan protes layak jadi pengalaman yang tidak boleh terulang di pemerintahan.
Masalah utamanya, mengurangi hak rakyat jelata yang sudah diterima atau sudah terlembaga menjadi sejenis konvensi. Dengan kata lain, jangan sekali pun menzalimi rakyat kecil. Masih untung Presiden Jokowi dari partai wong cilik, hingga bisa lebih cepat memahami masalahnya dan koreksi pun bisa dilakukan tepat waktu. Ke depan para pembantu Presiden agar lebih cermat supaya tidak terulang bosnya kecolongan, terkesan menyakiti wong cilik yang justru merupakan orientasi perjuangannya. ***
Sementara aturan lama, lima tahun sebulan semua dana JHT-nya bisa ditarik. Sesuai arahan Presiden, ujar Hanif, revisi dilakukan dengan ketentuan, bagi peserta yang kena PHK atau tidak lagi bekerja, satu bulan kemudian bisa mengambil JHT-nya (Kompas.com, 3/7). Pengecualian untuk menarik dana itu diberikan kepada pekerja yang terkena PHK dan yang tidak lagi bekerja karena mengundurkan diri. Sementara pekerja aktif yang masih menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan tetap diberlakukan aturan pencairan sebagian setelah 10 tahun.
Presiden Jokowi mengambil langkah cepat untuk merevisi PP JHT setelah dengan cepatnya meluas petisi dan protes menolak PP baru tentang JHT itu. Petisi menolak dan meminta PP baru direvisi kembali seperti aturan lama dipelopori Gilang Mahardhika dari Yogya lewat change.org, Rabu (1/7). Petisi itu merebak pesat di media sosial, sehingga Jumat (3/7) pagi, pukul 08.45, dicatat CNN Indonesia telah mendapat dukungan 81 ribu lebih netizen! Seiring petisi, protes datang dari berbagai serikat buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Gabungan Buruh Indonesia (GBI).
Mereka kecam aturan baru JHT itu dan mengancam akan mogok nasional jika aturan tersebut tidak direvisi. Sebagai langkah awal, menurut Ketua Presidium KSPI Said Iqbal, GBI mengerahkan massa buruh demonstrasi di bundaran HI, Jumat (3/7) sore. Terbukti, sampai malam Jalan Thamrin dan Jalan Sudirman macet total akibat demo buruh. Begitu pesatnya merebak petisi dan protes layak jadi pengalaman yang tidak boleh terulang di pemerintahan.
Masalah utamanya, mengurangi hak rakyat jelata yang sudah diterima atau sudah terlembaga menjadi sejenis konvensi. Dengan kata lain, jangan sekali pun menzalimi rakyat kecil. Masih untung Presiden Jokowi dari partai wong cilik, hingga bisa lebih cepat memahami masalahnya dan koreksi pun bisa dilakukan tepat waktu. Ke depan para pembantu Presiden agar lebih cermat supaya tidak terulang bosnya kecolongan, terkesan menyakiti wong cilik yang justru merupakan orientasi perjuangannya. ***
0 komentar:
Posting Komentar