SETELAH sebulan puasa Ramadan, kita merayakan Idulfitri, merayakan hari kemenangan! Kemenangan dari berjuang mengalahkan hawa nafsunya sendiri.Hawa nafsu atas bukan yang haram saja, bahkan ketika yang halal pun diharamkan sepanjang waktu yang ditentukan. Begitulah proses pembersihan diri, hingga Idulfitri dirayakan untuk kembalinya setiap diri pada kesuciannya, sesuci saat dilahirkan. Itulah buah kemenangan yang amat layak dirayakan!
Idulfitri pun dirayakan sebagai ungkapan syukur ke Sang Maha Pencipta atas anugerah masih diberi kesempatan bertemu Ramadan, kesempatan untuk menyucikan diri dari segala dosa, jalan pengampunan atas kesalahan tindakan yang tidak pada tempatnya, disengaja maupun tidak. Dengan itu, Idulfitri menjadi kesempatan berbahagia bagi orang-orang yang telah memanfaatkan dengan baik kesempatan emas yang diperolehnya sepanjang Ramadan.
Namun, Idulfitri juga mengandung esensi untuk lebih menyempurnakan lagi semua hasil kemenangan perjuangan vertikal hablun minallah sepanjang Ramadan itu, dengan ibadah horizontal hablun minannas—hubungan antarmanusia. Ibadah horizontal yang diwajibkan dalam rukun Islam itu, membayar zakat, harus lunas dan selesai diterima mustahik (yang berhak menerimanya) sebelum salat idulfitri dilaksanakan. Ibadah zakat ini mengaktualisasikan eksistensi manusia sebagai makhluk sosial, selain ibadahnya menjadi sarana berinteraksi juga mengingatkan dalam setiap milik seseorang terdapat hak orang lain yang wajib diberikan guna menyucikan miliknya.
Jadi, kesucian atau fitri yang dicapai dan dirayakan pada hari kemenangan ini harus bisa dipastikan kesucian atas diri dan kepemilikan yang disandangnya, karena semua itu harus bisa dipertanggungjawabkan dunia-akhirat! Meski, sukar untuk bisa dijamin semua kepemilikan seseorang selesai disucikan sepenuhnya, telah dikeluarkan semua hak orang lain!
Untuk itu, manusia selalu menyadari kelemahan dan kekhilafannya sehingga untuk menyempurnakan ibadah horizontalnya, Idulfitri dijadikan kesempatan meminta maaf atas segala kelemahan dan kekhilafan itu dari sesamanya.
Tanpa kecuali para perantau yang meninggalkan kewajiban merawat orang tuanya di kampung, harus berjuang ekstra menempuh perjalanan mudik yang penuh risiko demi mendapatkan maaf dari kerabatnya di kampung asalnya.
Setiap kita memang banyak kelemahan dan kekhilafan. Untuk itu, izinkan kami ucapkan selamat Idulfitri, mohon maaf lahir dan batin! ***
0 komentar:
Posting Komentar