NU—Nahdlatul Ulama—menjelaskan istilah Islam Nusantara yang menjadi tema besar Muktamar ke-33 NU pada 1—5 Agustus mendatang.Klarifikasi dilakukan untuk menepis tudingan negatif yang menyebut Islam Nusantara sebagai bentuk aliran baru yang memadukan Islam dan agama Jawa (Kompas, 4/7).
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj menegaskan Islam Nusantara bukan sinkretisme agama yang mencampuradukkan berbagai keyakinan. Islam Nusantara, ujarnya, merupakan ajaran Islam yang menyadari bumi tempatnya berpijak.
Artinya, ajaran Islam tidak menyingkirkan tradisi yang sudah ada di Nusantara sepanjang jelas-jelas tidak bertentangan dengan syariat Islam.
"Islam melebur dengan budaya tersebut karena pendekatan dakwah di Nusantara ini pendekatan budaya, bukan senjata seperti di Timur Tengah. Di Nusantara, (pendekatannya) dilandasi oleh pergaulan baik, akhlak mulia, dan budaya," tutur Said Aqil.
Pemahaman Islam yang ramah, sejuk, dan peduli pada kebenaran dan keadilan, menurut dia, sangat kontekstual dengan kondisi Indonesia saat ini. Terlebih, di tengah menyebarnya paham radikal yang menganggap ajaran mereka yang paling benar sehingga menganggap pemahaman Islam di luar pandangan mereka salah.
Said Aqil khawatir, jika tidak dicegah, pemahaman radikal akan terus berkembang di Indonesia. Salah satu indikasinya, cukup banyak pemuda Indonesia yang terprovokasi untuk berperang bersama Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS/ISIS).
Istilah Islam Nusantara di kalangan NU selama ini tak ada masalah. Tapi, segera menyulut polemik ketika istilah itu diucapkan Presiden Jokowi pada istigasah menyambut Ramadan dan pembukaan Munas Alim-Ulama NU di Istiqlal 14 Juni 2015.
"Islam kita adalah Islam Nusantara, Islam yang penuh sopan santun, Islam yang penuh tata krama, itulah Islam Nusantara, Islam yang penuh toleransi," ujar Jokowi di acara itu.
(BBC, 15/6)
Bagi orang yang kurang mengenal NU, bisa mengira istilah Islam Nusantara itu klaim Jokowi semata. Dikaitkan dengan isu bacaan Alquran pakai langgam Jawa di Istana Kepresidenan saat Isra Mikraj, polemik Islam Nusantara pun jadi menjurus negatif, seolah itu aliran baru sinkretisme Islam dan agama Jawa.
Polemik disulut kekhawatiran munculnya aliran baru yang bisa membawa masalah baru bagi bangsa. Sebenarnya, kalau yang bicara prinsip agama jelas alirannya, semisal Said Aqil dari NU, orang tak reaktif, karena umumnya orang tak mau menyinggung, apalagi konflik dengan aliran lain, yang jelas. ***
0 komentar:
Posting Komentar