TARGET pertumbuhan ekonomi dalam APBNP 2015 sebesar 5,7%, pada akhir Mei lalu oleh pemerintah diturunkan menjadi 5,4%.Dengan realisasi pertumbuhan semester I 2015 masih di bawah 5%, pemerintah merevisi lagi pertumbuhan 2015 menjadi 5,2%.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dalam keterangan pers, Kamis (2/7), menyatakan pertumbuhan ekonomi pada semester II 2015 akan mencapai 5,5%, lebih baik dari semester I 2015 sebesar 4,9%.
Hal itu didukung permintaan domestik dan ekspor yang meningkat secara bertahap. (Kompas, 3/7) Realisasi belanja infrastruktur, menurut Bambang, juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi pada semester II 2015. Masalah perubahan nomenklatur yang terjadi pada semester I 2015 sehingga menghambat pencairan anggaran, ia pastikan sudah selesai. Jadi diharapkan penyerapan anggaran pada semester II 2015 bisa lancar. Pencapaian pertumbuhan 5,2% itu tentu tergantung pada keberhasilan pemerintah berbenah untuk memacu laju pertumbuhan—dari peningkatan kapasitas penyerapan anggaran di kementerian dan lembaga sampai memangkas dwelling time di pelabuhan.
Jika semua pembenahan itu bisa optimal, target pertumbuhan 5,5% pada semester II 2015 mungkin bisa tercapai. Andai semua itu optimal, dorongannya pada perekonomian masyarakat yang sedang lesu juga masih perlu fokus memilih sektor unggulan untuk dijadikan penggerak pertumbuhan, terutama lewat dukungan kredit perbankan yang sempat stagnan akibat pelambatan ekonomi. Pilihan sektor unggulan untuk fokus itu diperlukan justru untuk membantu bank menentukan usaha untuk didanai, karena dalam ekonomi yang melambat bank harus benar-benar prudent, mencegah terjadinya ledakan non-performance loan (NPL) seperti 1997.
Sama halnya di sektor konsumsi, dalam kondisi ekonomi yang kurang baik orang cenderung jadi lebih berhati-hati menggunakan uangnya sehingga penjualan berbagai barang merosot. Di bidang otomotif, bahkan rangsangan dengan uang pangkal amat rendah dan bunga ringan pun sulit memulihkan tingkat penjualannya. Untuk mendukung pencapaian target pertumbuhan itu, perlu didorong lewat insentif kepada berbagai jenis usaha dan komoditas agar memacu peningkatan produksi maupun ekspornya. Bukan malah memberi beban pungutan baru yang memberatkan, seperti pada ekspor minyak sawit (CPO) sebesar 50 dolar AS per ton yang berlaku mulai Juli ini. Bukan didorong agar tumbuh, melainkan malah digerogoti. ***
0 komentar:
Posting Komentar