DI Medan, kota tempat jatuhnya pesawat Hercules TNI AU, setiap hari banyak ibu-ibu jalan kaki keluar-masuk gang keliling kampung sambil berteriak, "Langsam...!" Warga yang kepepet tak punya uang untuk beli beras pun segera keluar menemuinya dengan membawa baju bekas.
Tawar-menawar harga, baju bekas pun pindah ke tangan ibu langsam—jual-beli baju bekas keliling.
Dari budaya langsam itu, bisnis baju bekas di kota berpenduduk lebih 3 juta jiwa itu akhir 1970-an marak menjadi bisnis besar dan masif di Jalan Monginsidi, jalan jurusan Bandara Polonia menuju Jalan Jamin Ginting, bermula dari pasar kaget yang diberi julukan mentereng Monginsidi Plaza, disingkat Monza. Lokasi ini menjadi sangat populer karena menjadi pusat jual baju bekas asal luar negeri. Dewasa ini, Monza (pasar baju bekas impor) yang masuk lewat Tanjung Balai, meluas bukan hanya di seantero Kota Medan, tapi meruyak di semua kota Sumatera Utara.
Tapi budaya langsam, jual beli barang bekas, sekarang tak terbatas pada baju bekas. Di kota-kota besar Indonesia kini menjamur showroom, ruang pamer mobil, tempat jual-beli mobil bekas. Bahkan di dunia maya, bisnis jual-beli barang bekas semarak lewat situs-situs sejenis olx. Tak cukup sampai di situ, budaya langsam juga merasuk jadi kebiasaan pemerintah dalam pengadaan barang lewat mekanisme APBN maupun non-APBN (hibah). Dari kereta api langsam dari Jepang, kapal perang langsam dari Jerman, sampai pesawat militer langsam dari Amerika, sudah menjadi tradisi pemenuhan kebutuhan Indonesia.
Tak pelak lagi, budaya langsam dalam pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) pun dijadikan kambing hitam pada musibah jatuhnya pesawat Hercules TNI AU di kota asal budaya langsam. Apalagi jatuhnya pesawat tak jauh dari Monza, lokasi sejarah lahirnya bisnis masif barang bekas, maka Presiden Jokowi pun memerintahkan agar menghentikan pengadaan alutsista bekas! Tapi, mungkinkah pemerintah bisa benar-benar keluar dari budaya langsam?
Lantas mau dibuang ke mana gerbong kereta api bekas Jepang yang selama ini Indonesia menjadi tempat pembuangan favoritnya? Kita lihat saja bagaimana nantinya, di tengah budaya langsam yang semakin melembaga dalam masyarakat kita, bahkan berkembang mengikuti kemajuan teknologi hingga ke dunia maya. Musibah memang harus dijadikan peringatan dalam budaya langsam, terutama terkait bisnis jual-beli mobil bekas, agar selalu lebih mengutamakan keselamatan ketimbang keuntungan! ***
Dari budaya langsam itu, bisnis baju bekas di kota berpenduduk lebih 3 juta jiwa itu akhir 1970-an marak menjadi bisnis besar dan masif di Jalan Monginsidi, jalan jurusan Bandara Polonia menuju Jalan Jamin Ginting, bermula dari pasar kaget yang diberi julukan mentereng Monginsidi Plaza, disingkat Monza. Lokasi ini menjadi sangat populer karena menjadi pusat jual baju bekas asal luar negeri. Dewasa ini, Monza (pasar baju bekas impor) yang masuk lewat Tanjung Balai, meluas bukan hanya di seantero Kota Medan, tapi meruyak di semua kota Sumatera Utara.
Tapi budaya langsam, jual beli barang bekas, sekarang tak terbatas pada baju bekas. Di kota-kota besar Indonesia kini menjamur showroom, ruang pamer mobil, tempat jual-beli mobil bekas. Bahkan di dunia maya, bisnis jual-beli barang bekas semarak lewat situs-situs sejenis olx. Tak cukup sampai di situ, budaya langsam juga merasuk jadi kebiasaan pemerintah dalam pengadaan barang lewat mekanisme APBN maupun non-APBN (hibah). Dari kereta api langsam dari Jepang, kapal perang langsam dari Jerman, sampai pesawat militer langsam dari Amerika, sudah menjadi tradisi pemenuhan kebutuhan Indonesia.
Tak pelak lagi, budaya langsam dalam pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) pun dijadikan kambing hitam pada musibah jatuhnya pesawat Hercules TNI AU di kota asal budaya langsam. Apalagi jatuhnya pesawat tak jauh dari Monza, lokasi sejarah lahirnya bisnis masif barang bekas, maka Presiden Jokowi pun memerintahkan agar menghentikan pengadaan alutsista bekas! Tapi, mungkinkah pemerintah bisa benar-benar keluar dari budaya langsam?
Lantas mau dibuang ke mana gerbong kereta api bekas Jepang yang selama ini Indonesia menjadi tempat pembuangan favoritnya? Kita lihat saja bagaimana nantinya, di tengah budaya langsam yang semakin melembaga dalam masyarakat kita, bahkan berkembang mengikuti kemajuan teknologi hingga ke dunia maya. Musibah memang harus dijadikan peringatan dalam budaya langsam, terutama terkait bisnis jual-beli mobil bekas, agar selalu lebih mengutamakan keselamatan ketimbang keuntungan! ***
0 komentar:
Posting Komentar