Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Heboh Sistem Pulsa Listrik Kejam!

MENKO—Menteri Koordinator—Maritim dan Sumber Daya menuding ada permainan di balik sistem listrik prabayar (token) atau pulsa listrik PLN.Tudingan itu menyulut pro-kontra heboh menanggapi pernyataan kontroversial. "Ini kecil tapi penting. 

Rakyat sekarang pakai pulsa listrik. Ini dimonopoli. Ia beli Rp100 ribu, tapi isinya hanya Rp73 ribu. Ini kejam sekali. Di sini ada mafia besar karena kalau beli pulsa telepon Rp100 ribu, paling dipotong tinggal Rp95 ribu," tukas Rizal. (detik-finance, 9/9) Kalangan yang propernyataan Rizal memberi justifikasi dengan contoh, "Ini kejamnya sistem pulsa listrik," seperti ditulis Rista Rama Dhani di detik-finance (idem). Bila didalami, tulisnya, kejamnya sistem pembelian pulsa listrik terutama dialami rakyat miskin. 

Misalnya rakyat miskin golongan pelanggan PLN R-1 dengan daya 450 atau 900 volt ampere (va), hanya sanggup membeli pulsa listrik Rp100 ribu per bulan, tapi dengan cara dicicil setiap beli Rp20 ribu. Setiap beli listrik Rp20 ribu di minimarket kena potongan biaya administrasi bank Rp2.000 dan pajak penerangan jalan (PPJ) Rp422, sisa Rp17.578. Lima kali pembelian total potongan jadi Rp12.110. 

Sedangkan kalangan mampu, pelanggan golongan R-1 dengan daya 1.300 KWh, sekali beli listrik Rp100 ribu kena potongan biaya administrasi bank Rp2.000 dan PPJ 2,4% (DKI Jakarta) atau Rp2.400. Total potongan hanya Rp4.400 sehingga sisanya jauh lebih besar, yakni Rp95.600. Kekejaman dialami warga miskin yang kena potongan Rp12.110 sedangkan orang lebih mampu hanya Rp4.400, padahal sama-sama beli pulsa listrik Rp100 ribu dengan cara sesuai kemampuan masing-masing. 

Rizal benar, masalahnya terlihat kecil, tapi esensinya menyangkut ketidakadilan. Lebih lagi, ketidakadilan itu terhadap warga miskin dan secara nyata terjadi diskriminasi dengan memberi advantages justru kepada kalangan mampu. Karena itu jelas, masalahnya menuntut untuk segera diselesaikan—paling buruk solusinya membayar sejumlah yang sama kena potongan yang sama besarnya. 

Pilihan itu disebut paling buruk karena idealnya potongan dan pajak dibayar lebih besar oleh kalangan yang lebih mampu. Solusi untuk menciptakan keadilan terhadap rakyat miskin itu sebenarnya sederhana. Yakni, potongan administrasi bank itu ditetapkan bukan per transaksi, melainkan dengan persentase dari nilai pembayaran. Cara ini bukan hanya lebih adil bagi warga miskin, melainkan juga lebih rasional dalam administrasi keuangan—jumlah fee sesuai nilai transaksi. ***

0 komentar: