PRO-KONTRA mewarnai penyerahan delapan nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil kerja panitia seleksi (pansel) ke Presiden. Anggota DPR, Ruhut Sitompul, mengacungi jempol hasil pilihan pansel, sedangkan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan kecewa.
Menurut Dahnil, Pansel KPK justru meloloskan calon pimpinan yang dinilainya lemah dan memiliki perspektif agar KPK fokus pada pencegahan, bukan penindakan. "Berangkat dari usaha untuk mengebiri peran KPK, beberapa sosok yang (dipilih) berpotensi bukan memperkuat, melainkan justru melemahkan KPK," ujar Dahnil. (Kompas.com, 2/9)
Sementara ICW melalui siaran pers Febri Hendri menilai dari delapan nama yang diajukan pansel ke Presiden terdapat tiga calon yang tidak tepat. ICW mempertanyakan integritas, komitmen antikorupsi, dan keberpihakannya terhadap eksistensi KPK.
Kata ICW, salah satu kandidat menganggap KPK hanya berfungsi sebagai trigger machine dengan melimpahkan penyidikan kasus korupsi pada kepolisian dan kejaksaan. Calon itu juga tidak setuju dengan adanya penyidik independen KPK. "KPK cukup hanya menjadi pusat informasi perkara korupsi dan KPK hanya memiliki tugas pencegahan," ujar Febri. (Kompas.com, 2/9)
Oleh karena itu, Dahnil berharap dalam proses uji kepatutan dan kelayakan, DPR bisa lebih terbuka dan memperhatikan kelemahan yang telah dilakukan Pansel KPK. Komisi III diminta tidak memilih calon pimpinan yang tidak berorientasi pada pemberantasan korupsi.
Dia percaya, banyak anggota DPR, khususnya Komisi III, yang memiliki komitmen terhadap pemberantasan korupsi.
Pro-kontra hasil seleksi calon pimpinan KPK merupakan hal yang wajar karena justru mencerminkan hidupnya demokrasi. Namun, esensi pro-kontra itu layak dicermati karena proses demokrasi yang ideal adalah untuk menghasilkan yang terbaik.
Esensi dimaksud antara lain adanya kesan kerja pansel bertolak dari usaha pelemahan KPK sehingga calon yang dalam wawancara di depan publik secara eksplisit pandangannya berpotensi melemahkan KPK, justru lolos sebagai unggulan untuk tugas hakiki KPK: menindak korupsi.
Misalnya, ketika orang yang dalam pandangannya enggan melakukan penindakan terhadap korupsi, malah diunggulkan untuk duduk di posisi bidang penindakan korupsi.
Dahnil benar, harapan tertumpu pada Komisi III DPR, Ruhut Sitompul dan kawan-kawan, untuk menghasilkan pimpinan KPK terbaik, yang layak diacungi jempol! ***
0 komentar:
Posting Komentar