KETIKA Bareskrim Polri menetapkan salah satu calon pimpinan (capim) KPK sebagai tersangka pada tahap akhir seleksi oleh Pansel KPK, tersiar kabar angin Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla bertemu di Istana membahas hal itu.
Istana resah atas kegaduhan tersebut sehingga seiring itu juga tersiar kabar Kabareskrim Budi Waseso (Buwas) akan dicopot.
Jumat (4/9) pagi, pers menyiarkan berita, Buwas dimutasi dari Bareskrim menjadi kepala Badan Narkotika Nasional (BNN). Kabar angin Istana resah oleh kegaduhan Buwas itu ternyata membuahkan bukti kenyataan Buwas dicopot. Sekaligus dengan itu masalahnya bisa dilimitasi, kegaduhan yang meresahkan Istana terkait dengan tindakan dadakan Bareskrim menetapkan tersangka seorang capim di ujung proses kerja pansel.
Jadi bukan kegaduhan Bareskrim mengungkap kasus korupsi yang meresahkan Istana. Sebab, Istana tidak resah dengan tindakan pemberantasan korupsi. Namun, kegaduhan menyasar capim KPK di tahap akhir seleksi. Keresahan Istana itu mungkin juga tidak terlepas dengan berita yang ramai diunduh di media sosial hari itu, yakni perjalanan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Assiddiqie di capim KPK tersandung penetapan status tersangka oleh lembaga penegak hukum.
Jimly adalah anggota tim 9 yang dibentuk Presiden Jokowi untuk menyelesaikan konflik cicak lawan buaya (KPK vs Polri) jilid II, yang tidak setuju pelantikan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri. Bahkan, Juru Bicara Tim 9, Buya Syafi'i Maarif, secara terbuka menyarankan kepada Presiden agar Buwas dicopot dari jabatan Kabareskrim karena dari tindakannya terkesan cenderung kurang respek pada tokoh-tokoh reformis antikorupsi. Jadi mungkin, Istana khawatir jika kegaduhan menersangkakan tokoh-tokoh reformis antikorupsi itu berlanjut. Hampir bisa dipastikan bahwa kegaduhan yang meresahkan Istana bukanlah gebrakan Bareskrim Polri dalam memberantas korupsi.
Juga dipastikan keliru banget dugaan Buwas dicopot dari jabatan Kabareskrim akibat telepon seorang dirut BUMN kepada seorang menteri agar melaporkan keberatannya kepada Presiden ketika kantornya digeledah polisi. Keberhasilan Bareskrim membongkar banyak kasus korupsi itu layak diapresiasi dan harus bisa dilanjutkan oleh pengganti Buwas di Bareskrim. Terpenting dari semua itu, jangan sampai gairah gebrakan memberantas korupsi oleh Bareskrim itu sekadar kamuflase dari tindakan balas dendam pihak tertentu terhadap tokoh-tokoh reformis antikorupsi, seperti yang terkesan dicemaskan Tim 9. ***
Jadi bukan kegaduhan Bareskrim mengungkap kasus korupsi yang meresahkan Istana. Sebab, Istana tidak resah dengan tindakan pemberantasan korupsi. Namun, kegaduhan menyasar capim KPK di tahap akhir seleksi. Keresahan Istana itu mungkin juga tidak terlepas dengan berita yang ramai diunduh di media sosial hari itu, yakni perjalanan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Assiddiqie di capim KPK tersandung penetapan status tersangka oleh lembaga penegak hukum.
Jimly adalah anggota tim 9 yang dibentuk Presiden Jokowi untuk menyelesaikan konflik cicak lawan buaya (KPK vs Polri) jilid II, yang tidak setuju pelantikan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri. Bahkan, Juru Bicara Tim 9, Buya Syafi'i Maarif, secara terbuka menyarankan kepada Presiden agar Buwas dicopot dari jabatan Kabareskrim karena dari tindakannya terkesan cenderung kurang respek pada tokoh-tokoh reformis antikorupsi. Jadi mungkin, Istana khawatir jika kegaduhan menersangkakan tokoh-tokoh reformis antikorupsi itu berlanjut. Hampir bisa dipastikan bahwa kegaduhan yang meresahkan Istana bukanlah gebrakan Bareskrim Polri dalam memberantas korupsi.
Juga dipastikan keliru banget dugaan Buwas dicopot dari jabatan Kabareskrim akibat telepon seorang dirut BUMN kepada seorang menteri agar melaporkan keberatannya kepada Presiden ketika kantornya digeledah polisi. Keberhasilan Bareskrim membongkar banyak kasus korupsi itu layak diapresiasi dan harus bisa dilanjutkan oleh pengganti Buwas di Bareskrim. Terpenting dari semua itu, jangan sampai gairah gebrakan memberantas korupsi oleh Bareskrim itu sekadar kamuflase dari tindakan balas dendam pihak tertentu terhadap tokoh-tokoh reformis antikorupsi, seperti yang terkesan dicemaskan Tim 9. ***
0 komentar:
Posting Komentar