Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

The Fed Pertahankan Bunga Acuan 0%

THE Fed—The Federal Reserve—atau Bank Sentral Amerika Serikat (AS) akhirnya mempertahankan suku bunga acuan nol persen (0%). Itu hasil rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) 16—17 September 2015, lembaga pengendali The Fed.

Keputusan itu diambil di tengah stagnasi pertumbuhan ekonomi AS dan pelambatan ekonomi dunia. "Kondisi ekonomi dan keuangan dunia saat ini mungkin menekan aktivitas ekonomi. Ini yang membuat tekanan terhadap inflasi," kata The Fed (Kompas.com, 17/9). Dijelaskan, gejolak perekonomian dunia saat ini lebih dikarenakan melemahnya ekonomi Tiongkok. The Fed terus memantau setiap perkembangan di Tiongkok, terlebih jika nantinya perekonomian AS terkena imbas terbesar. 

The Fed mengingatkan kondisi ekonomi AS saat ini dalam posisi moderat, dengan pengeluaran rumah tangga dan investasi yang meningkat, bersama peningkatan pembangunan rumah. Salah satu kunci kebijakan The Fed, kekuatan pasar tenaga kerja yang telah meningkat sejak Juli lalu. Meski begitu, tingkat inflasi 1,7% tahun depan dan 1,9% pada 2017 menjadi rujukan paling utama. Sedang pertumbuhan ekomomi AS 2,1% tahun ini melambat dari perkiraan 2,3% sampai 2,5%. Keputusan itu segera memicu anjloknya hampir 1% indeks dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama dunia.

 Juga diikuti turunnya harga minyak bumi, meski tipis. Namun, keputusan The Fed mempertahankan suku bunga acuan 0% itu membuat negara emerging market, seperti Indonesia, menarik napas lega. Karena, dengan bertahannya suku bunga acuan The Fed, kecemasan terhadap pelarian modal panas dari negeri mereka untuk pulang kampung tertunda sementara. Apalagi Indonesia, bank sentralnya (BI) baru menetapkan kembali suku bunga acuannya tetap 7,5%. 

Dana ekspatriat pemburu rente pun tentu masih bertahan memainkan tentakelnya mengisap gain dan dividen hasil perasan keringat anak negeri ini. Sistem bunga tinggi untuk menahan agar modal asing tidak kabur itu jelas memeras sumber daya ekonomi nasional, pengusaha kecil sampai besar untuk memikul beban bunga tinggi. Bayangkan untuk kredit usaha rakyat (KUR) selama ini kena bunga 23%. 

Barulah setelah Jokowi, disubsidi menjadi 12%, tapi sebatas dana subsidi Rp1 triliun—seberapa artinya itu di tengah putaran ekonomi PDB Indonesia nyaris satu triliun dolar AS. Di bawah tekanan beban bunga bank yang berat itu, para pengusaha Indonesia, besar dan kecil, harus bersaing lawan pengusaha negeri berbunga rendah, bahkan nol persen! ***

0 komentar: