PEMERINTAH mempertimbangkan untuk kembali mengutang ke Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Bank Dunia untuk infrastruktur.Sofjan Wanandi, ketua Tim Ahli Wakil Presiden Jusuf Kalla, menyatakan itu ditempuh untuk mendapatkan bunga rendah dengan durasi dan grace period (masa bebas dari kewajiban membayar utang pokok) yang panjang.
(Kompas.com, 3/9)
Menurut Sofjan, bunga pinjaman dari Bank Dunia 1% per tahun durasi kredit 30 tahun dengan grace period 10 tahun, sedang ADB bunga 1% sampai 3% per tahun.
Selama ini, Pemerintah Indonesia menggali utang lewat lelang obligasi atau sukuk berupa surat berharga negara (SBN) atau surat utang negara (SUN) dengan bunga paling memikat pasar, antara 8% dan 10%. Pemerintah menyukai ini karena bisa dilakukan lelang kapan butuh dana, dan bebas digunakan untuk apa saja.
Sedang dari Bank Dunia dan ADB terikat untuk proyek tertentu. Investor juga menyukai obligasi, selain bunganya relatif tinggi, bisa dijual kembali kapan saja.
Tapi kini, kata Sofjan, sukuk-sukuk itu sudah membebani APBN terlalu berat, harus mencari yang lebih ringan. Saat ini sudah ada proposal penawaran utang 5 miliar dolar AS (kurs Rp14 ribu/dolar AS setara Rp70 triliun) dari ADB, dan 11 miliar dolar AS (Rp154 triliun) dari Bank Dunia.
Sejak Indonesia masuk kelompok negara berpendapatan menengah, pemerintah tidak lagi minta bantuan Bank Dunia dan IMF. Untuk menambal defisit APBN, Indonesia meniru negara maju lewat obligasi dengan bunga sesuai pasar.
Bebas utang Bank Dunia dan IMF menjadi gengsi pemerintah, dijadikan citra sukses karena sudah lepas dari tradisi negara miskin. Karena itu, meski warga miskin di negerinya masih di atas 12%, demi gengsi itu Presiden SBY memilih untuk melunasi utang ke IMF daripada menggunakan uangnya untuk mengentas warganya dari jurang di bawah garis kemiskinan.
Lebih hebat lagi Presiden Joko Widodo, di depan kepala negara dan kepala pemerintahan pada peringatan 60 tahun Konferensi Asia-Afrika, dengan suara jelas ia tegaskan bahwa anggapan masalah ekonomi dunia hanya dapat diselesaikan IMF, Bank Dunia, dan ADB adalah pandangan usang dan perlu dibuang.
Menurut Sofjan, pernyataan itu disampaikan Presiden dalam semangat nasionalisme dan berdikari. Namun, praktiknya, setiap negara memerlukan bantuan dana dari pihak lain. Hanya, pinjaman dana dari pihak lain cuma dijadikan pelengkap, bukan sumber pendanaan utama.
Jadi, utangan Bank Dunia dan ADB untuk pelengkap tidak usang. ***
0 komentar:
Posting Komentar