APA dasar optimisme deregulasi yang dilakukan dengan merombak dan membuat peraturan tingkat pusat yang totalnya sebanyak 176 buah itu akan sukses, padahal melaksanakan satu hal saja, penyerapan anggaran (APBN dan APBD), sampai paruh triwulan III-2015 ini belum mencapai 50%?
Dasar optimisme untuk itu karena sifat dasar deregulasi atau yang secara tegas Presiden sebutkan debirokratisasi. Dalam deregulasi, jajaran birokrat atau pejabat pemerintah pada prinsipnya tak boleh ikut campur dalam urusan atau pekerjaaan yang jadi objek deregulasi.
Dengan begitu, para pejabat dan aparat pemerintah lepas dari tugas dan pekerjaan tersebut, sehingga tak lagi repot mengerjakan atau menanganinya. Sekaligus, terlepas dari tanggung jawab dan risikonya! Terutama risiko masuk bui, seperti yang ditakutkan pada tugas penyerapan anggaran!
Karena tugas penyerapan anggaran punya risiko masuk penjara, para pejabat dan aparat pemerintah enggan menyentuhnya. Akibatnya, penyerapan anggaran tersendat. Sedang deregulasi dan debirokratisasi justru membebaskan mereka dari tugas dan tanggung jawab, sehingga mereka tak boleh cawe-cawe atas hal-hal yang dideregulasi. Dengan demikian, justru jika para pejabat duduk diam saja, semua program deregulasi akan sukses.
Itulah dasar optimisme deregulasi yang frontal atas 176 peraturan itu akan sukses.
Keberhasilan deregulasi itu ditentukan duduk diam atau malah nyenyaknya tidur para pejabat dan aparat pemerintah dalam proses debirokratisasi yang hasil akhirnya Laissez-faire, suatu sistem ekonomi yang meyakini ekonomi tumbuh dan berkembang ketika pemerintah tidur.
Namun, bagaimanapun juga, suatu deregulasi yang dilakukan sedemikian frontal dengan 176 peraturan tingkat pusat, dari peraturan pemerintah (PP), instruksi presiden (inpres), peraturan presiden (perpres), sampai peraturan menteri (permen) itu, punya konsekuensi logis. Salah satunya, menjadi berkurang signifikan pekerjaan para pejabat dan aparat pemerintah terkait deregulasi.
Jika konsisten dengan sistem baru sejenis Laissez-faire yang telah ditetapkan sebagai pilihan, maka pemerintah harus siap dengan perampingan birokrasi di semua lini dan semua jenjang birokrasi.
Mungkin ini memang peluang yang diciptakan oleh pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk merampingkan belanja pegawai yang dewasa ini memang terlalu kegemukan. Dengan itu, komposisi belanja pegawai (rutin) dan belanja pembangunan di pusat dan daerah menjadi seimbang. ***
0 komentar:
Posting Komentar