Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

E-Bisnis, Lazada Dicaplok Alibaba!

LAZADA, pasar online (retail dan marketplace) terkemuka Indonesia, tempat para pengusaha nasional memajang daftar barang, harga, dan promosi produk nasional dan eks impor untuk konsumen domestik maupun cross border, saham mayoritasnya dicaplok raksasa multibisnis online Tiongkok, Alibaba.

Dengan akuisisi senilai 500 juta dolar AS (setara Rp6,5 triliun) dalam bentuk investasi equity capital, Alibaba Group Holding Ltd Selasa (12/4/2016) mengalih kuasa saham Lazada termasuk dari sejumlah pemegang saham lain. Para pemegang saham lain itu termasuk Rocket Internet dan Kinnevik yang sudah melepas seluruh sahamnya di Lazada. Namun, Tesco, operator supermarket asal Inggris, masih mempertahankan sahamnya sebesar 8,3%. (Kompas.com, 12/4/2016)

 Masuknya Alibaba dalam multibisnis online Indonesia jelas bisa menjadi pemacu laju e-commerce di Tanah Air. Usaha menjadikan bisnis digital sebagai pilar perekonomian nasional ke depan, seperti harapan Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani, semakin rasional. Termasuk perkiraannya, kisaran bisnis digital Indonesia 2016 akan mencapai 26 miliar dolar AS. 

Grup Alibaba itu perusahaan publik yang terdaftar di bursa Wallstreet (NYSE) dengan nama BABA. Didirikan oleh Jack Ma pada 4 April 1999 di Hangzou, Zhejiang, RRT, dengan kegiatan aneka bisnis online. Mempekerjakan 34.985 orang (Maret 2015), melantai di bursa New York sejak 19 September 2014 dengan kapitalisasi, menurut wikipedia, sebesar 212 miliar dolar AS pada akhir 2015. 

Grup online ini pemegang 80% pangsa pasar aneka bisnis online di Tiongkok (September 2014), dari consumer to consumer (C2C, seperti olx), business to consumer (B2C), dan B2B lewat portal internet, sampai pengelola transaksi e-money yang terbesar di negeri itu. Maret 2013 sudah menangani lebih 60% kiriman paket di Tiongkok. 

Tak bisa dihindari, raksasa bisnis digital kelas jawara dunia itu sudah hadir di negeri kita, di tengah para pesaing lokal sekelas Tokopedia yang baru berkembang. Harapan ke depan justru pada barisan “anak bawang” yang masih dalam inkubator angel investor, para pemodal yang membantu generasi muda mewujudkan ide mengembangkan perusahaan rintisan digital atau startup

Diam-diam memang Indonesia telah memiliki banyak angel investor yang mendukung para startup (Kompas.com, 6/4/2016). Namun, menghadapi raksasa itu, mampukah anak-anak bawang startup itu seperti Jabang Tetuko, menjadi perisai bangsa untuk tidak jadi kacung asing? ***

0 komentar: